Pidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata
yang ditujukan kepada orang banyak. Dapat pula diartikan pidato adalah wacana
yang disiapkan untuk dibacakan di depan orang banyak. Pengertian kedua mengacu
pada bentuk bahasa tulis/naskah.
Dalam berpidato seseorang dapat
menggunakan metode:
1. menghafal (berpidato setelah
hafal naskah);
2. naskah (membaca teks yang telah
disiapkan sebelumnya);
3. ekstemporan (berdasarkan garis
besar gagasan yang telah disiapkan);
4. impromptu (bersifat spontan,
tanpa persiapan).
Jika forum pidato bersifat resmi
dan penting, misalnya pidato pejabat, biasanya metode naskah (membaca
nyaring/keras-bersuara) yang dipilih. Contohnya adalah pidato kenegaraan dari
seorang presiden.
Agar isi pidato mudah dipahami dan menarik perhatian pendengar, pembaca perlu memerhatikan lafal, nada, intonasi dan sikap.
Lafal
Lafal adalah cara seseorang atau
sekelompok orang mengucapkan bunyi bahasa. Minimal lafal seseorang sesuai lafal
masyarakat dari mana ia berasal. Karena lafal orang Bali berbeda dengan lafal
orang Jawa dalam bunyi bahasa tertentu. Demikian juga untuk masyarakat atau
suku yang lain.
Nada
Nada adalah tinggi
rendah bunyi bahasa/ucapan atau ungkapan keadaan jiwa. Nada pidato di dalam
acara resepsi pernikahan berbeda dengan nada pidato dalam upacara bendera,
rapat, pidato kenegaraan, ataupun dalam suasana duka.
Sikap
Sikap di antaranya berupa cara berdiri, cara memegang naskah, cara menatap, dan
cara berpakaian yang santun, hormat, dan wajar akan lebih menarik perhatian dan
menimbulkan simpati daripada yang sebaliknya.
Intonasi
Intonasi adalah lagu
kalimat. Di dalam intonasi tercakup nada, tempo (cepat lambatnya pembacaan,
tekanan (pada bagian yang dianggap penting), jeda (penghentian sesaat), dan volume
(keras tidaknya ucapan). Intonasi yang baik akan menghindarkan pembacaan teks pidato
dari kemonotonan sehingga tidak menjenuhkan.
Contoh teks pidato:
Assalammulaikum wr. wb.
Salam sejahtera.
Saudara-saudara, para hadirin yang
berbahagia, puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada makhluk makhluk-Nya.
Dalam kesempatan ini saya akan menyampaikan pidato tentang lingkungan hidup.
Saudara-saudara.
Dengan melihat dan merasakan
keadaaan lingkungan sehari-hari, baik langsung maupun melalui media massa, kita
layak meyakini bahwa pemerintah negara ini, negara kita, masih belum
menunjukkan kinerja optimal dalam mengelola lingkungan hidup, terutama di kota-kota
besar. Tingginya polusi udara, krisis air bersih, bencana banjir, penumpukan sampah,
pencemaran lingkungan, serta lemahnya penegakan hukum, masih menjadi catatan serius yang harus dibenahi segera. Pemerintah
berkewajiban, baik secara politis, ekonomis, maupun sosial memerhatikan hak
rakyat soal lingkungan hidup yang sehat, demi terwujudnya pembangunan yang adil
dan manusiawi bagi seluruh rakyat, tanpa membedakan struktur kelas. Masalah
mengelola lingkungan, saat ini kesadaran masyarakat dan pejabat belum tumbuh
sempurna. Belum ada keharmonisan antara program pemerintah dan sikap
masyarakat. Sikap dan tindakan mereka, pemerintah dan masyarakat, dalam upaya
bersama-sama mengelola lingkungan di daerah sekitarnya sangat minim. Pemikiran
sejumlah masyarakat masih terbatas kepentingan mengisi perut sehingga persoalan
lingkungan hidup belum disikapi secara penuh. Sangat mudah kita lihat bagaimana
warga masyarakat membuang sampah di sembarang tempat, menutup tanah dengan
semen rapat-rapat, dan menebang pepohonan, sekecil apa pun pepohonan itu, dengan
seenaknya.
Saudara-saudara.
Selain rendahnya kesadaran
mengelola lingkungan, juga terjadi stagnasi pengelolaan limbah, baik limbah
rumah tangga maupun industri. Limbah masih saja dibuang ke sungaisungai, tanpa
ada upaya pengolahan yang optimal. Sampai saat ini, pemerintah masih lebih banyak
menghabiskan tenaganya untuk membuat perencanaan pengelolaan lingkungan, tetapi
lemah dan tergopoh-gopoh dalam dalam hal implementasi. Parahnya, kelemahan
dalam hal political will itu dibarengi
rendahnya pengucuran anggaran. Keadaan itu menjadi ironis jika dihubungkan
dengan adanya kementerian lingkungan hidup. Timbul pertanyaan, apa yang
dikerjakan dan dikemanakan dana di departeman itu? Karena itu, sebaiknya
kementerian atau instansi ini perlu mendapatkan kewenangan penuh menangani isu
lingkungan hidup baik skala nasional maupun regional. Di sinilah dibutuhkan keberpihakan
politik agar setidaknya, anggaran yang tersedia diarahkan ke upaya perbaikan lingkungan
hidup.
Saudara-saudara,
Fakta yang tidak terbantahkan
adalah delapan puluh persen faktor yang membuat kita sehat terletak pada
perilaku dan kualitas lingkungan hidup, bukan berobat ke dokter dan mengonsumsi
obat-obatan.
Sekian pidato saya,
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
(Diadaptasi dari Republika, 4 Januari 2007)
boleh tau sumber bukunya Min.??
BalasHapusterima kasih sebelumnya
sumber dari bse b.indo kawan, terima kasih telah berkunjung :D
Hapus