a. Keadaan Lingkungan
Pada awalnya manusia purba hidup di padang terbuka. Alam sekitarnya merupakan tempat mereka mencari makanan. Mereka menyesuaikan diri terhadap alam sekitar untuk dapat mempertahankan hidup. Manusia purba yang hidup di daerah hutan dapat menghindarkan diri dari bahaya serangan binatang buas, terik matahari dan hujan. Mereka hidup berkelompok, tinggal di gua-gua atau membuat tempat tinggal di atas pohon besar. Manusia yang tinggal di gua-gua dikenal sebagai cavemen (orang gua). Dengan demikian, mereka sangat bergantung pada kebaikan alam; mereka cenderung pasif terhadap keadaan.
Kehidupan di dalam gua-gua pada masa ini menghasilkan lukisan-lukisan pada dinding-dinding gua yang (kemungkinan besar) menggambarkan kehidupan sosial-ekonomi mereka. Lukisan-lukisan pada dinding gua lain berupa cap tangan, babi dan rusa dengan panah dibagian jantungnya, gambar binatang melata, dan gambar perahu. Lukisan dinding gua antara lain ditemukan di Sulawesi Selatan, Irian Jaya, Kepulauan Kei, dan Pulau Seram.
b. Kehidupan Sosial
Kondisi alam sangat berpengaruh terhadap sifat dan fisik makhluk hidup tanpa kecuali manusia. Pola kehidupan manusia yang primitif sangat menggantungkan hidupnya pada ketersediaan alam, di mana daerah-daerah yang didiami harus cukup untuk memenuhi kebutuhannya, untuk kelangsungan hidup terutama di daerah yang cukup persediaan air. Temuan artefak pada Zaman Palaeolitikum menunjukkan bahwa manusia Pithecanthropus sudah mengenal perburuan dan menangkap hewan dengan cara yang sederhana.
Hewan yang menjadi mangsa perburuan adalah hewan yang berukuran besar, seperti gajah, sapi, babi atau kerbau. Saat perburuan, tentu diperlukan adanya kerja sama antarindividu yang kemudian membentuk sebuah kelompok kecil. Hasil buruannya dibagikan kepada anggota-anggotanya secara rata. Adanya keterikatan satu sama lain di dalam satu kelompok, yang laki-laki bertugas memburu hewan dan yang perempuan mengumpulkan makanan dan mengurus anak. Satu kelompok biasanya terdiri
dari 10 – 15 orang.
Pada masa ini, manusia tinggal di gua-gua yang tidak jauh dari air, tepi pantai dan tepi sungai. Penangkapan ikan menggunakan mata panah atau ujung tombak yang berukuran kecil. Temuan-temuan perkakas tersebut antara lain kapak Sumatera (Sumatralith), mata panah, serpih-bilah dan lancipan tulang Muduk. Ini menunjukkan adanya kegiatan perburuan hewan-hewan yang kecil dan tidak membutuhkan anggota kelompok yang banyak atau bahkan dilakukan oleh satu orang. Dalam kehidupan berkelompok, satu kelompok hanya terdiri dari satu atau duakeluarga.
(bse sejarah oleh Hendrayana) Baca juga: Alat Yang Dihasilkan Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Pada awalnya manusia purba hidup di padang terbuka. Alam sekitarnya merupakan tempat mereka mencari makanan. Mereka menyesuaikan diri terhadap alam sekitar untuk dapat mempertahankan hidup. Manusia purba yang hidup di daerah hutan dapat menghindarkan diri dari bahaya serangan binatang buas, terik matahari dan hujan. Mereka hidup berkelompok, tinggal di gua-gua atau membuat tempat tinggal di atas pohon besar. Manusia yang tinggal di gua-gua dikenal sebagai cavemen (orang gua). Dengan demikian, mereka sangat bergantung pada kebaikan alam; mereka cenderung pasif terhadap keadaan.
Kehidupan di dalam gua-gua pada masa ini menghasilkan lukisan-lukisan pada dinding-dinding gua yang (kemungkinan besar) menggambarkan kehidupan sosial-ekonomi mereka. Lukisan-lukisan pada dinding gua lain berupa cap tangan, babi dan rusa dengan panah dibagian jantungnya, gambar binatang melata, dan gambar perahu. Lukisan dinding gua antara lain ditemukan di Sulawesi Selatan, Irian Jaya, Kepulauan Kei, dan Pulau Seram.
b. Kehidupan Sosial
Kondisi alam sangat berpengaruh terhadap sifat dan fisik makhluk hidup tanpa kecuali manusia. Pola kehidupan manusia yang primitif sangat menggantungkan hidupnya pada ketersediaan alam, di mana daerah-daerah yang didiami harus cukup untuk memenuhi kebutuhannya, untuk kelangsungan hidup terutama di daerah yang cukup persediaan air. Temuan artefak pada Zaman Palaeolitikum menunjukkan bahwa manusia Pithecanthropus sudah mengenal perburuan dan menangkap hewan dengan cara yang sederhana.
Hewan yang menjadi mangsa perburuan adalah hewan yang berukuran besar, seperti gajah, sapi, babi atau kerbau. Saat perburuan, tentu diperlukan adanya kerja sama antarindividu yang kemudian membentuk sebuah kelompok kecil. Hasil buruannya dibagikan kepada anggota-anggotanya secara rata. Adanya keterikatan satu sama lain di dalam satu kelompok, yang laki-laki bertugas memburu hewan dan yang perempuan mengumpulkan makanan dan mengurus anak. Satu kelompok biasanya terdiri
dari 10 – 15 orang.
Pada masa ini, manusia tinggal di gua-gua yang tidak jauh dari air, tepi pantai dan tepi sungai. Penangkapan ikan menggunakan mata panah atau ujung tombak yang berukuran kecil. Temuan-temuan perkakas tersebut antara lain kapak Sumatera (Sumatralith), mata panah, serpih-bilah dan lancipan tulang Muduk. Ini menunjukkan adanya kegiatan perburuan hewan-hewan yang kecil dan tidak membutuhkan anggota kelompok yang banyak atau bahkan dilakukan oleh satu orang. Dalam kehidupan berkelompok, satu kelompok hanya terdiri dari satu atau duakeluarga.
(bse sejarah oleh Hendrayana) Baca juga: Alat Yang Dihasilkan Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
0 Response to "Keadaan Lingkungan dan Kehidupan Sosial Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan"
Posting Komentar