Tari yang bertema nonliterer merupakan tarian yang ide atau gagasannya muncul ketika jiwanya bersentuhan dengan kejadian alam atau perilaku manusia. Caranya, dengan meniru/ imitasi (gerak pantomim), dan mengeksplorasi (mencari gerak tari) gerak untuk mewakili perasaannya ke dalam karya tari.
Mungkin kita pernah menempuh perjalanan yang cukup jauh, misalnya ke luar kota. Di sepanjang perjalanan, banyak yang kita lihat dan Anda alami. Anda melihat alam, pohon, binatang, laut, orang sedang berjalan, dan semua kegiatan manusia sehari-hari.
Kita mungkin menemukan beberapa hal yang menarik perhatian kita ketika di perjalanan tadi. Ketika sudah tiba di tempat tujuan, kita ceritakan kembali kepada orang lain. Cerita itu tersusun sesuai daya ingat Anda, disampaikan dengan cara menurut orang yang mendengarnya–menarik. Barangkali hal
itu karena cara Anda menyampaikannya mengesankan, sama berkesannya seperti ketika kita melihatnya.
Ilustrasi itu sebenarnya menuju suatu maksud bahwa untuk menciptakan sebuah karya tari perlu adanya rangsangan ide yang diwujudkan dalam bentuk proses kreativitas, berbekal pengalaman, wawasan, kemampuan, dan metode dengan bekal disiplin ilmu yang benar.
Bekal pengalaman, wawasan, dan kemampuan kita pada saat kreativitas sebuah karya seni tari akan diwujudkan menjadi sumber dan modal ketika kita memulainya. Tanpa bekal tersebut, kita tidak dapat berbuat sesuatu. Naluri untuk berkarya pun mungkin akan sulit untuk dimunculkan. Seseorang yang tidak mempunyai keterkaitan batin dengan seni tidak akan tergugah hatinya ketika melihat objek A. Adapun seseorang yang hidup dengan seni, ketika bersentuhan dengan objek A, secara alamiah ia akan bereaksi.
Tari yang diciptakan oleh koreografer tidaklah berhasil diwujudkan tanpa adanya inspirasi. Inspirasi muncul berdasarkan tiga cara, cara menciptakan tari melaui inspirasi yaitu:
1. melalui mata sebagai alat untuk melihat benda fisik;
2. melalui musik/bunyi sebagai rangsang audio terhadap tema/gerak;
3. melalui perasaan dan pikiran sebagai dorongan psikologis dan pengalaman batinnya.
Pertama, mata yang berfungsi untuk melihat wujud benda dapat memberikan input bagi alat rekam manusia yang ada di otak. Objek yang dilihat bisa berupa benda, kegiatan manusia, atau perilaku manusia. Gerak yang tersusun pada tari merupakan hasil peniruan manusia terhadap alam (mimitis)
dan peniruan manusia terhadap perilaku binatang (imitasi/ pantomim). Gerakan kemudian mendapat pengolahan dengan cara mengeksplorasi (menjelajahi, mencari, dan menemukan gerakan yang tepat untuk menggambarkan sesuatu). Siapa saja atau apa saja yang bergerak dapat ditiru manusia. Bagi
seorang kreator tari, sebuah gerakan biasa saja akan menjadi sebuah inspirasi untuk menciptakan karya tarinya. Gerak harus menjadi bahasa komunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, kita sering menyebutkan bahwa tari adalah ekspresi manusia melalui gerakan yang telah mendapat stilasi (penghalusan).
Mari, kita pahami gerakan berikut pada tari berikut yang berasal dari Minangkabau.
• Menyabik
• Manyiak-nyiak alang
• Pitunjuak ateh
Gerakan menyabik merupakan pengembangan gerak dalam menyabit rumput dan membuka lahan dengan cara memangkas ilalang. Demikian pula dengan gerakan pitunjuak ateh atau menunjuk sesuatu yang di atas sebagai penguasa, yaitu Tuhan. Daerah Minangkabau merupakan daerah penyebaran agama Islam yang dari dulu hingga kini menjadi agama mayoritas. Daerah ini sangat fanatik terhadap ajarannya yang diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari menurut ajaran Islam.
Perhatikan Tari Batik berikut.
Tari Tenun atau Tari Batik (Bali dan Jawa Barat) memiliki judul dan tema yang sama. Adapun gerakannya sebagai berikut.
- Gerak merapatkan benang dengan alat tenun, posisi penari duduk deku (deku; lutut menyentuh lantai dan melipat kaki yang diduduki badan).
- Gerak merapikan benang dengan tangan.
- Meniup canting alat pelukis gambar pada batik.
- Menjemur batik dan merapikan kain.
Sekarang, cobalah membuat sebuah tarian sederhana dengan berbekal pengalaman rekaman visual bahwa Anda pernah melihat kegiatan para petani memetik teh. Bayangkan rangkaian perilaku dan kegiatan para pemetik teh ketika mereka mengumpulkan teh ke dalam bakulnya untuk dijual.
Nama kegiatannya akan dicantumkan, dan Anda sendiri yang akan menentukan kegiatan lain yang pernah Anda lihat.
1. Melenggang berjalan.
2. Berjalan menuju bukit dengan posisi badan yang berbeda dengan berjalan di tanah datar.
3. Memetik teh.
4. Memainkan bakul.
5. Memilih teh yang bagus.
6. Berjalan kembali dengan bakul disimpan di atas kepala.
Setelah kita menemukan kegiatan lain yang biasanya dilakukan para pemetik teh, selanjutnya giliran mengolah stilasi gerakan agar tidak terlihat verbal (kasar).
Kedua, musik menjadi rangsang gerak dalam berkreativitas. Bunyi-bunyian yang terdengar di telinga kita bisa berbentuk lagu, musik yang dimainkan dari alat musik, suara manusia, atau suara binatang dapat dijadikan sumber ide atau inspirasi penciptaan karya tari. Musik yang terdengar lembut dengan yang berirama ritmis, atau dengan ketukan yang tetap, akan menimbulkan efek yang berbeda dalam perasaan kita. Mungkin musik yang lembut mengalun akan merangsang kita untuk merebahkan diri, melamun, dan menenangkan hati. Ketika terdengar musik yang riang dengan beat yang ngerock, badan kita akan merespons, minimal dengan menganggukanggukkan kepala mengikuti irama, menandakan kita ikut larut dengan nada yang gembira. Respons gerakan kita terhadap bunyi akan mengikuti beat musiknya. Jika iramanya mengalun, Anda akan ikut memperlambat anggukan. Jika iramanya cepat, dengan refleks Anda mempercepat anggukan (harmoni). Respons ini adalah respons alamiah manusia.
Namun, jika kita memiliki pengetahuan tentang penciptaan karya seni, itu tidaklah mutlak. Artinya, kita bisa membuatnya bertolak belakang atau kontras. Musik/irama yang cepat tidak harus selalu diikuti oleh gerakan yang sama cepatnya. Demikian sebaliknya dengan irama yang lambat mengalun, bisa direspons dengan gerakan yang cepat. Bahkan, bisa jadi gerakan terpatah-patah. Jika Anda membaca bab sebelumnya, Anda akan ingat tentang Tari Topeng Panji dari Cirebon, yang dalam sajiannya memiliki karakter respons irama yang kontras.
Selain bunyi sebagai rangsang gerak, bunyi juga sebagai rangsang tema sebuah tarian. Kesan yang kita tangkap dari irama, atau lagu atau alunan nada, akan menimbulkan berbagai macam interpretasi. Interpretasi seseorang terhadap bunyi yang bernada muncul karena ilmu yang dimiliki, pengalaman, dan suasana hati manusia. Ada yang mengatakan aneh ketika pertama kali mendengar iringan pada tari tunggal Ngremo dari Jawa Timur. Ada yang dapat mengidentifikasi langsung jenis alat musik yang menjadi iringan tarian tersebut. Hal ini menunjukkan keadaan dua orang yang berbeda disiplin ilmu yang dikuasainya. Penafsirannya tentu berbeda juga.
Begitu pula dengan cara menentukan tema tarian. Tema kepahlawanan lebih tepat jika iringan tarinya berirama dinamis dengan alat musik yang terbuat dari membran kulit, seperti kendang, bedug, tifa, talempong, dan lain sebagainya.
Ketiga, rangsang melalui pikiran dan perasaan yang ingin diwujudkan pada sebuah karya. Barangkali mood dapat mengganggu proses kreativitas. Namun, bekal ilmu, kemampuan, wawasan, serta pengalaman seseorang dalam menggeluti dunia seni tidak akan luntur atau hilang. Mood yang buruk hanya akan mengganggu proses kreativitas sesaat.
Pada saat jiwa haus ingin segera mengungkapkan pikiran atau perasaan, mata secara visual menjadi media untuk menyampaikan informasi. Otak memerintahkan tubuh bergerak seperti yang terekam mata. Dengan demikian, gerak dengan sendirinya akan lahir karena keadaan hati dan pikiran
tadi, untuk dikorelasikan dengan multidisiplin ilmu seni. Jika semua aspek rangsang tadi berfungsi, tetapi tidak memiliki ilmunya, hasilnya akan sia-sia.
Mungkin kita pernah menempuh perjalanan yang cukup jauh, misalnya ke luar kota. Di sepanjang perjalanan, banyak yang kita lihat dan Anda alami. Anda melihat alam, pohon, binatang, laut, orang sedang berjalan, dan semua kegiatan manusia sehari-hari.
Kita mungkin menemukan beberapa hal yang menarik perhatian kita ketika di perjalanan tadi. Ketika sudah tiba di tempat tujuan, kita ceritakan kembali kepada orang lain. Cerita itu tersusun sesuai daya ingat Anda, disampaikan dengan cara menurut orang yang mendengarnya–menarik. Barangkali hal
itu karena cara Anda menyampaikannya mengesankan, sama berkesannya seperti ketika kita melihatnya.
Ilustrasi itu sebenarnya menuju suatu maksud bahwa untuk menciptakan sebuah karya tari perlu adanya rangsangan ide yang diwujudkan dalam bentuk proses kreativitas, berbekal pengalaman, wawasan, kemampuan, dan metode dengan bekal disiplin ilmu yang benar.
Bekal pengalaman, wawasan, dan kemampuan kita pada saat kreativitas sebuah karya seni tari akan diwujudkan menjadi sumber dan modal ketika kita memulainya. Tanpa bekal tersebut, kita tidak dapat berbuat sesuatu. Naluri untuk berkarya pun mungkin akan sulit untuk dimunculkan. Seseorang yang tidak mempunyai keterkaitan batin dengan seni tidak akan tergugah hatinya ketika melihat objek A. Adapun seseorang yang hidup dengan seni, ketika bersentuhan dengan objek A, secara alamiah ia akan bereaksi.
Tari yang diciptakan oleh koreografer tidaklah berhasil diwujudkan tanpa adanya inspirasi. Inspirasi muncul berdasarkan tiga cara, cara menciptakan tari melaui inspirasi yaitu:
1. melalui mata sebagai alat untuk melihat benda fisik;
2. melalui musik/bunyi sebagai rangsang audio terhadap tema/gerak;
3. melalui perasaan dan pikiran sebagai dorongan psikologis dan pengalaman batinnya.
Pertama, mata yang berfungsi untuk melihat wujud benda dapat memberikan input bagi alat rekam manusia yang ada di otak. Objek yang dilihat bisa berupa benda, kegiatan manusia, atau perilaku manusia. Gerak yang tersusun pada tari merupakan hasil peniruan manusia terhadap alam (mimitis)
dan peniruan manusia terhadap perilaku binatang (imitasi/ pantomim). Gerakan kemudian mendapat pengolahan dengan cara mengeksplorasi (menjelajahi, mencari, dan menemukan gerakan yang tepat untuk menggambarkan sesuatu). Siapa saja atau apa saja yang bergerak dapat ditiru manusia. Bagi
seorang kreator tari, sebuah gerakan biasa saja akan menjadi sebuah inspirasi untuk menciptakan karya tarinya. Gerak harus menjadi bahasa komunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, kita sering menyebutkan bahwa tari adalah ekspresi manusia melalui gerakan yang telah mendapat stilasi (penghalusan).
Mari, kita pahami gerakan berikut pada tari berikut yang berasal dari Minangkabau.
• Menyabik
• Manyiak-nyiak alang
• Pitunjuak ateh
Gerakan menyabik merupakan pengembangan gerak dalam menyabit rumput dan membuka lahan dengan cara memangkas ilalang. Demikian pula dengan gerakan pitunjuak ateh atau menunjuk sesuatu yang di atas sebagai penguasa, yaitu Tuhan. Daerah Minangkabau merupakan daerah penyebaran agama Islam yang dari dulu hingga kini menjadi agama mayoritas. Daerah ini sangat fanatik terhadap ajarannya yang diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari menurut ajaran Islam.
Perhatikan Tari Batik berikut.
Tari Tenun atau Tari Batik (Bali dan Jawa Barat) memiliki judul dan tema yang sama. Adapun gerakannya sebagai berikut.
- Gerak merapatkan benang dengan alat tenun, posisi penari duduk deku (deku; lutut menyentuh lantai dan melipat kaki yang diduduki badan).
- Gerak merapikan benang dengan tangan.
- Meniup canting alat pelukis gambar pada batik.
- Menjemur batik dan merapikan kain.
Sekarang, cobalah membuat sebuah tarian sederhana dengan berbekal pengalaman rekaman visual bahwa Anda pernah melihat kegiatan para petani memetik teh. Bayangkan rangkaian perilaku dan kegiatan para pemetik teh ketika mereka mengumpulkan teh ke dalam bakulnya untuk dijual.
Nama kegiatannya akan dicantumkan, dan Anda sendiri yang akan menentukan kegiatan lain yang pernah Anda lihat.
1. Melenggang berjalan.
2. Berjalan menuju bukit dengan posisi badan yang berbeda dengan berjalan di tanah datar.
3. Memetik teh.
4. Memainkan bakul.
5. Memilih teh yang bagus.
6. Berjalan kembali dengan bakul disimpan di atas kepala.
Setelah kita menemukan kegiatan lain yang biasanya dilakukan para pemetik teh, selanjutnya giliran mengolah stilasi gerakan agar tidak terlihat verbal (kasar).
Kedua, musik menjadi rangsang gerak dalam berkreativitas. Bunyi-bunyian yang terdengar di telinga kita bisa berbentuk lagu, musik yang dimainkan dari alat musik, suara manusia, atau suara binatang dapat dijadikan sumber ide atau inspirasi penciptaan karya tari. Musik yang terdengar lembut dengan yang berirama ritmis, atau dengan ketukan yang tetap, akan menimbulkan efek yang berbeda dalam perasaan kita. Mungkin musik yang lembut mengalun akan merangsang kita untuk merebahkan diri, melamun, dan menenangkan hati. Ketika terdengar musik yang riang dengan beat yang ngerock, badan kita akan merespons, minimal dengan menganggukanggukkan kepala mengikuti irama, menandakan kita ikut larut dengan nada yang gembira. Respons gerakan kita terhadap bunyi akan mengikuti beat musiknya. Jika iramanya mengalun, Anda akan ikut memperlambat anggukan. Jika iramanya cepat, dengan refleks Anda mempercepat anggukan (harmoni). Respons ini adalah respons alamiah manusia.
Namun, jika kita memiliki pengetahuan tentang penciptaan karya seni, itu tidaklah mutlak. Artinya, kita bisa membuatnya bertolak belakang atau kontras. Musik/irama yang cepat tidak harus selalu diikuti oleh gerakan yang sama cepatnya. Demikian sebaliknya dengan irama yang lambat mengalun, bisa direspons dengan gerakan yang cepat. Bahkan, bisa jadi gerakan terpatah-patah. Jika Anda membaca bab sebelumnya, Anda akan ingat tentang Tari Topeng Panji dari Cirebon, yang dalam sajiannya memiliki karakter respons irama yang kontras.
Selain bunyi sebagai rangsang gerak, bunyi juga sebagai rangsang tema sebuah tarian. Kesan yang kita tangkap dari irama, atau lagu atau alunan nada, akan menimbulkan berbagai macam interpretasi. Interpretasi seseorang terhadap bunyi yang bernada muncul karena ilmu yang dimiliki, pengalaman, dan suasana hati manusia. Ada yang mengatakan aneh ketika pertama kali mendengar iringan pada tari tunggal Ngremo dari Jawa Timur. Ada yang dapat mengidentifikasi langsung jenis alat musik yang menjadi iringan tarian tersebut. Hal ini menunjukkan keadaan dua orang yang berbeda disiplin ilmu yang dikuasainya. Penafsirannya tentu berbeda juga.
Begitu pula dengan cara menentukan tema tarian. Tema kepahlawanan lebih tepat jika iringan tarinya berirama dinamis dengan alat musik yang terbuat dari membran kulit, seperti kendang, bedug, tifa, talempong, dan lain sebagainya.
Ketiga, rangsang melalui pikiran dan perasaan yang ingin diwujudkan pada sebuah karya. Barangkali mood dapat mengganggu proses kreativitas. Namun, bekal ilmu, kemampuan, wawasan, serta pengalaman seseorang dalam menggeluti dunia seni tidak akan luntur atau hilang. Mood yang buruk hanya akan mengganggu proses kreativitas sesaat.
Pada saat jiwa haus ingin segera mengungkapkan pikiran atau perasaan, mata secara visual menjadi media untuk menyampaikan informasi. Otak memerintahkan tubuh bergerak seperti yang terekam mata. Dengan demikian, gerak dengan sendirinya akan lahir karena keadaan hati dan pikiran
tadi, untuk dikorelasikan dengan multidisiplin ilmu seni. Jika semua aspek rangsang tadi berfungsi, tetapi tidak memiliki ilmunya, hasilnya akan sia-sia.
0 Response to "Gagasan Tari Tunggal Bertema Nonliterer, Cara Menciptakan Tari dan Tema Tari"
Posting Komentar