Jenis-Jenis Zakat (Zakat Fitrah dan Mal) | Pengelolaan Zakat Menurut Undang-Undang

Zakat secara bahasa berarti berkah, bersih, berkembang, dan baik. Dinamakan zakat karena dapat mengembangkan, menyucikan, dan memberkahkan harta bagi pemiliknya. Zakat terdiri atas dua macam jenis, yaitu zakat fitrah (nafs) dan zakat mal (harta). Untuk memahami jenis-jenis zakat tersebut mari kita pelajari ulasan berikut ini:
1. Zakat Fitrah (Fitri)
    Zakat fitrah adalah mengeluarkan makanan yang mengenyangkan (makanan pokok yang berlaku) sebanyak satu sa’ pada akhir bulan Ramadan sebelum hari raya Idul Fitri apabila ada kelebihan bahan makanan pada saat itu dengan syarat dan aturan tertentu. Jenis zakat fitrah ini dikenal juga dengan zakat fitri. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis sebagai berikut.
Hukum dari jenis zakat fitrah
Artinya: Dari Ibnu Umar ra. berkata: ”Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu gantang kurma, atau satu gantang sair, atas budak dan orang merdeka laki-laki, perempuan, anak-anak, dan dewasa. Rasulullah saw. memerintahkan agar zakat fitrah itu ditunaikan sebelum pergi melakukan salat Idul Fitri. (H.R. Bukhari dan Muslim)

    Besarnya zakat fitrah satu sa’ atau seberat 2,176 gram atau 2,2 kg makanan pokok. Untuk menjaga kehati-hatian, biasanya dibulatkan menjadi 2,5 kg. Di kalangan ulama ada yang berpendapat dibolehkan dengan membayarkan harganya dari makanan pokok yang umumnya dimakan oleh masyarakat. Jenis zakat fitrah berlaku bagi seluruh umat Islam, baik laki-laki, perempuan, anak-anak, dewasa, budak, dan orang merdeka. Hikmah dari kewajiban zakat fitri bagi muzaki adalah membersihkan diri dari hal-hal yang dapat mengurangi nilai selama menjalankan puasa Ramadan. Bagi mustahik (penerima zakat), yaitu fakir miskin dapat merayakan hari raya Idul Fitri dengan makanan yang dapat mereka nikmati.

2. Zakat Mal
    Zakat mal adalah harta/kekayaan yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Berdasarkan sabda Rasulullah, barang yang wajib dizakati adalah emas/perak, tanaman/buah-buahan, binatang ternak, harta perdagangan, harta barang tambang, dan harta temuan. Pada saat sekarang cakupan harta kekayaan dapat berupa emas, perak, uang, binatang ternak, hasil pertanian, hasil dari pabrik, industri, saham, gedung-gedung, hotel, losmen, toko, bengkel, barang sewaan, tambak, dan sebagainya. Dengan demikian, ketentuan syarat dan perhitungan zakat dari harta kekayaan tersebut dapat diqiyaskan (dianalogikan) dengan jenis harta yang disebutkan dalam hadis. Harta wajib zakat sebagaimana disebutkan di depan wajib dikeluarkan zakatnya jika telah memenuhi dua syarat, yaitu syarat waktu dan nisabnya. Syarat waktunya yaitu setelah mencapai waktu satu tahun (haul) atau pada waktu panen dilakukan.

    Adapun syarat dari jenis zakat mal ini jumlahnya ditentukan dengan batas nisab atau batas minimal harta yang wajib dizakati. Kecuali untuk harta tambang atau temuan, tidak berlaku syarat waktu satu tahun (haul).
Para ulama juga menyebutkan beberapa syarat lainnya sebagai berikut.
1) Milik sempurna, yaitu harus merupakan harta milik sempurna sehingga pemiliknya bebas mentransaksikan harta miliknya, tanpa campur tangan pihak lain.
2) Harta berkembang, yaitu dapat berkembang, mungkin akibat kelahiran, perkembangbiakan, atau pertambahan nilai/harga jualnya.
3) Kebutuhan pokok terpenuhi, yaitu jika harta hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti makan, pakaian, atau tempat tinggal, tanpa ada kelebihan maka tidak wajib dizakati. Termasuk jika untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, seseorang masih mengutang.
4) Tidak terjadi zakat ganda, yaitu jika suatu harta telah dibayar zakatnya kemudian harta tersebut berubah bentuk, tidak perlu dizakati kembali.

    Golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana dijelaskan dalam Surah at-Taubah [9] ayat 60 terdiri atas delapan golongan penerima. Mereka adalah para fakir, miskin, amil zakat, mualaf, hamba sahaya yang belum bebas, orang yang terjerat utang, untuk jalan Allah (sabilillah), dan ibnu sabil. Perhatikan ayat berikut.
Golongan yang berhak menerima zakat
Artinya: Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (Q.S. at-Taubah [9]: 60)

Kewajiban membayar dari jenis zakat mal ini mengandung hikmah yang sangat penting khususnya bagi penerima, di antaranya sebagai berikut.
1) Mengurangi penderitaan dan kesusahan hidup yang mereka hadapi.
2) Menghindarkan mereka dari berbuat jahat akibat hidup serba kekurangan.
3) Memungkinkan mereka untuk dapat mengubah hidup menjadi lebih layak dengan modal yang mereka terima.
4) Mempersempit jarak (kesenjangan sosial) yang ada di antara mereka dan orang-orang kaya.


Mengeluarkan zakat, tidak menyebabkan seseorang menjadi miskin, tetapi hartanya justru semakin berkembang dan berkah. (Ensiklopledi Islam 5.1994. Halaman 224) Zakat hukumnya wajib dan termasuk rukun Islam yang ketiga. Kewajiban zakat sebagaimana ditegaskan dalam ayat:
Kewajiban zakat dalam surah at-Taubah
Artinya: ”Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Q.S. at-Taubah [9]:103)

    Adanya perintah untuk membayar zakat menunjukkan bahwa syariat Islam sangat melindungi kehidupan sosial dan ekonomi umat manusia. Dengan membayar zakat baik itu dari zakat fitrah dan zakat mal, kita diajak untuk memperhatikan orang lain di sekitar kita, mungkin ada yang kekurangan sehingga perlu dibantu. Kewajiban membayar zakat menyadarkan kita bahwa rezeki yang kita miliki terdapat hak-hak orang lain yang perlu kita berikan.

Pengelolaan Zakat Menurut Perundang-undangan
    Arti pentingnya zakat, selain merupakan rukun Islam juga mengandung hikmah bagi muzaki (yang berzakat) maupun mustahik (penerima zakat). Oleh karena itu, zakat harus dikelola secara profesional sehingga dapat tepat sasaran bagi kesejahteraan masyarakat. Untuk mendukung profesionalisme pengelolaan zakat, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan undang-undang yang terkait dengan pengelolaan zakat, yaitu Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang terdiri atas 10 bab dan 25 pasal.
    Berkaitan dengan cara pengelolaan zakat, berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 dijelaskan bahwa pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian, serta pendayagunaan zakat. Dengan demikian, pengelolaan zakat harus dilakukan secara terpadu mulai dari tahapan perencanaan hingga pendistribusian dan pendayagunaan zakatnya. Dalam undang-undang ini juga dijelaskan tentang pihak yang diberi wewenang mengelola zakat, yaitu dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah. Badan amil zakat ini tidak hanya berada di pusat, tetapi juga di daerah. Hubungan kerja amil zakat di semua tingkatan adalah koordinatif, konsultatif, dan informatif. Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi syarat. Badan amil zakat atau lembaga amil zakat dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatnya. Hal ini seperti dijelaskan dalam pasal 9 yang berbunyi ”Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatnya”.
Pengelolaan Zakat Menurut Perundang-undangan - Baznas
Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 memuat ketentuan tentang pembentukan badan amil zakat menurut berbagai tingkatan sebagai berikut.
1. Nasional oleh presiden dan menteri.
2. Daerah provinsi oleh gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama provinsi.
3. Daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul Kepala Kantor  Departemen Agama kabupaten atau kota.
4. Kecamatan oleh camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan.
    Dalam hal pendayagunaan zakat, menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 pasal 16 bahwa hasil pengumpulan zakat harus diserahkan kepada mustahik sesuai dengan prioritas kebutuhan mustahik dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. Untuk persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakatnya diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri. Agar pengelolaan zakat dapat berlangsung dengan optimal, masyarakat juga perlu dilibatkan dalam pengawasan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam pasal 20, ”Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat”.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Jenis-Jenis Zakat (Zakat Fitrah dan Mal) | Pengelolaan Zakat Menurut Undang-Undang"

Posting Komentar