Beranda · Olahraga · B.Indonesia · Seni · Sejarah · Biologi · TIK · Pengetahuan · Motivasi · Islami ·

Pengertian, Syarat, dan Hikmah Wakaf | Pengelolaan Wakaf Menurut Undang-Undang

Wakaf secara bahasa berarti menahan, diam, atau berhenti. Wakaf menurut istilah, yaitu menahan suatu harta yang sifatnya tahan lama dan memanfaatkannya untuk kebaikan. Caranya dengan mengelola dan memelihara aset wakaf tersebut kemudian memanfaatkan hasilnya untuk kebaikan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt. Harta wakaf tidak boleh dijual, diwariskan, atau dihibahkan.
Pengertian, Syarat, dan Hikmah Wakaf
    Wakaf termasuk amalan sedekah jariah yang pahalanya akan terus mengalir pada wakif (yang berwakaf), meskipun ia sudah meninggal dunia. Dengan demikian, orang yang berwakaf akan mendapatkan pahala yang sangat besar dari Allah Swt. Allah Swt. berfirman seperti berikut.
لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Artinya: ”Kalian tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kalian menginfakkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa pun yang kalian infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui”. (Q.S. Ali Imran [3]: 92)
Anjuran wakaf juga seperti termuat dalam hadis riwayat Imam Muslim yang artinya, ”Apabila manusia wafat, terputuslah amal perbuatannya, kecuali dari tiga hal, yaitu sedekah jariah, atau ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan, atau anak yang saleh.” Salah satu contoh sedekah jariah adalah wakaf.

Syarat Wakaf
    Wakaf dapat dilakukan jika memenuhi syarat-syarat tertentu, meliputi syarat yang melakukan wakaf, harta benda yang diwakafkan, dan tujuan wakafnya. Ketiga syaratnya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut.
1. Orang yang mewakafkan syaratnya dewasa, berakal sehat, dan tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum.
2. Harta yang akan diwakafkan syaratnya harus milik sendiri, jelas, dan dapat dimanfaatkan.
3. Tujuan wakaf untuk kebajikan karena Allah Swt.

Hikmah Wakaf
    Jika merujuk pada sejarah Islam, praktik wakaf telah berlangsung sejak zaman Rasulullah. Wakaf pertama dalam sejarah Islam adalah masjid Quba’ dekat Kota Madinah yang didirikan oleh Rasulullah pada 622 M. Para sahabat, yaitu Umar r.a., Abu Bakar r.a., Usman bin Affan r.a., Ali bin Abu Talib r.a., dan sahabat lainnya juga telah melakukan wakaf. Pada generasi selanjutnya, kegiatan berwakaf juga tetap berlangsung sehingga jumlah harta wakafnya sangat banyak dan manfaatnya pun mulai dirasakan oleh masyarakat. Harta wakaf untuk masyarakat muslim Indonesia sangat terasa hikmahnya. Dari pemanfaatan harta wakaf, dapat berdiri banyak rumah ibadah, perguruan Islam, dan lembaga-lembaga Islam lainnya. Berdasarkan data yang dihimpun Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama Republik Indonesia, sampai dengan Januari 2008 aset tanah wakaf yang terdata di seluruh wilayah Indonesia terletak pada 361.438 lokasi dengan luas 2.697.473.783,08 m2. Dari total jumlah tersebut 75% di antaranya sudah bersertifikat wakaf dan 10% memiliki potensi ekonomi tinggi.

Pengelolaan Wakaf menurut Perundang-undangan
    Sebagai jaminan pengelolaan wakaf dengan baik, saat ini telah disahkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan juga telah dikeluarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang kebolehan wakaf uang pada bulan Mei 2002. Hal ini menjadi bukti adanya dukungan dari pemerintah, DPR,
ulama, dan masyarakat muslim umumnya terhadap pentingnya memberdayakan aset wakaf sebagai langkah strategis pembangunan umat, bangsa, dan negara Indonesia. Supaya mengetahui ketentuan pengelolaan wakaf dalam perundangundangan, akan diulas penjelasan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Sebagaimana tertuang pada pasal 11 peraturan ini, harta wakaf diserahkan kepada nazir. Nazir memiliki tugas untuk melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola, dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf, serta melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Badan Wakaf Indonesia. Nazir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang besarnya tidak melebihi 10%.
Pengelolaan Wakaf menurut Perundang-undangan
    Proses melakukan ikrar wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 termuat pada pasal 17. Di dalamnya dijelaskan bahwa ikrar wakaf dilaksanakan oleh nazir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Untuk dapat melaksanakan tahap ini, wakif atau kuasanya menyerahkan surat bukti kepemilikan harta benda wakaf kepada PPAIW. Harta benda yang sudah diwakafkan dilarang untuk dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, dan dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Penjelasan tentang jenis harta yang dapat diwakafkan lebih lanjut diatur pada pasal 16 yang menjelaskan bahwa harta benda wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak. Termasuk dalam kategori benda tidak bergerak adalah hak atas tanah, bangunan, tanaman, hak milik atas satuan rumah susun atau benda tidak bergerak lainnya. Sementara benda bergerak meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain yang sesuai dengan syariah dan perundang-undangan yang berlaku.
    Untuk penggunaan harta wakaf, merujuk pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 22, dapat dipergunakan untuk hal-hal:
1. sarana dan kegiatan ibadah;
2. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
3. bantuan kepada fakir miskin, anak telantar, yatim piatu, dan beasiswa;
4. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; serta
5. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan perundang-undangan yang berlaku.
Badan Wakaf Indonesia
    Untuk melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, pemerintah mendirikan Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI merupakan lembaga independen yang berkedudukan di ibu kota negara dan dapat membentuk perwakilan di provinsi. BWI memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pembinaan terhadap nazir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan izin atau perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, memberhentikan dan mengganti nazir, memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf, serta memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

0 Response to "Pengertian, Syarat, dan Hikmah Wakaf | Pengelolaan Wakaf Menurut Undang-Undang"

Posting Komentar