Tari tunggal adalah tarian yang ditarikan oleh seorang penari, baik penari putra maupun penari
putri. Beberapa macam tari tunggal yang berasal dari Jawa Barat dan Betawi antara lain, tari Topeng Cisalak, tari Sintren, tari Ibing Keurseus, dan tari Jaipong.
1. Tari Topeng Cisalak
Tari Topeng Cisalak merupakan kesenian yang berkembang di daerah Cisalak, Cimanggis, Depok. Awalnya, tari Topeng Cisalak muncul pada tahun 1918 dengan nama Topeng Kinang. Dua orang tokoh yang menciptakan tarian ini adalah Djioen dan Mak Kinang. Kedua orang ini merupakan pemain Topeng Ubrug yang terkenal pada masa itu, sehingga tari Topeng Cisalak mendapatkan banyak pengaruh dari tari Topeng Ubrug.
Pertunjukan tari Topeng Cisalak melalui tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan penutupan.
a. Tahap persiapan
Persiapan yang dilakukan, yaitu menyiapkan panggung yang dilengkapi dengan spanduk dan tirai sebagai identitas kelompok tari, di mana para penari bersiap-siap dan para pemain musik menyiapkan alat-alatnya.
b. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dimulai dengan prosesi ngukus dan sesaji yang dilakukan di depan waditra bende seusai adzan maghrib. Sesaji yang disediakan berupa kemenyan dan cerutu untuk dibakar, tujuh macam minuman, tujuh macam bunga, rujakan, beras, perawanten, nasi, dan bakakak ayam.
Dalam prosesi ini, waditra rebab, kendang, dan gong dikukusi diiringi harapan supaya pertunjukan berjalan lancar. Sementara itu, waditra bende diperlakukan secara khusus dengan diberi air kembang tujuh macam. Biasanya pada acara ini warga memberikan air disertai uang ala kadarnya untuk mendapat berkah.
Tahap pelaksanaan diawali dengan memukul gong sesuai dengan hari Jumlah pukulan gong ini bervariasi, sesuai dengan hari pelaksanaan pertunjukan. Misalnya, jika pertunjukan berlangsung pada hari Senin, gong dipukul sebanyak 4 kali. Demikian pula dengan hari Selasa gong dipukul 3 kali, Rabu 7 kali, Kamis 8 kali, Jumat 6 kali, Sabtu 9 kali, dan Minggu 5 kali.
Kemudian, dilantunkan tembang atau kakawih yang disambung dengan pementasan tari Topeng Tunggal oleh penari yang disebut ronggeng topeng. Disusul dengan tari Lipet Gades, yaitu tari berpasangan ronggeng dengan penari bodor, dan dilanjutkan dengan acara bodoran atau lawak sebagai penutup pertunjukan.
Ada tiga macam topeng yang dikenakan penari Topeng Tunggal sesuai dengan jumlah tarian yang dibawakan, yaitu:
1) Pada tarian pembuka, penari mengenakan topeng berwarna putih. Topeng ini disebut Topeng Panji yang melambangkan kelembutan. Karena itu tarian yang dibawakan pun bersifat lemah lembut. Ini adalah tarian penyambut penonton pada pertunjukan tari Topeng Cisalak.
2) Setelah tarian pembuka selesai, penari berbalik membelakangi penonton dan mengenakan Topeng Sanggah, yaitu topeng yang berwarna merah muda. Pada tarian kedua ini, gerakan penari lebih atraktif dan dinamis.
3) Tarian ketiga merupakan tarian yang paling agresif, sesuai dengan topeng yang dikenakan yang berwarna jingga atau merah menyala bermotif raksasa. Tarian pun bersifat beringas dan kasar. Setelah tarian ini berakhir, penari kembali ke balik tirai digantikan oleh tiga penari lain yang memainkan tari
Ajeng disusul tari Lipet Gandes. Pertunjukan berakhir dengan bodoran.
Tari Topeng Cisalak seringkali disebut juga tari Topeng Betawi, karena tari tersebut juga dipengaruhi kebudayaan Betawi. Nyanyian dan waditra yang digunakan memang khas Sunda, namun dialeknya dipengaruhi dialek Tionghoa dan Betawi pinggiran.
2. Tari Sintren
Tari Sintren berkembang di daerah Indramayu dan Cirebon. Tari tersebut memiliki keunikan dalam alat-alat musik yang dipergunakan, di mana alat musiknya terbuat dari tembikar dan kipas dari bambu. Jika alat-alat tersebut ditabuh dengan cara tertentu, maka akan menimbulkan suara yang khas.
Istilah Sintren berasal dari dua kata, yaitu sinyo dan trennen. Sinyo berarti pemuda dan trennen berarti latihan. Jadi, Sintren dapat diartikan sebagai pemuda yang sedang berlatih kesenian. Tari Sintren sudah sangat jarang dipentaskan. Oleh karena itu, tari Sintren menjadi kesenian tradisional yang sangat dihargai.
Pertunjukan tari Sintren mirip dengan pertunjukan sulap dan berbau magis. Tari Sintren dibawakan oleh seorang penari perempuan. Penari naik ke pentas dengan pakaian sehari-hari, lalu dimasukkan ke dalam kurungan seperti kurungan ayam. Kemudian, pendukung acara lainnya memasukkan pakaian tari ke dalam kurungan itu. Dalam beberapa saat ketika kurungan dibuka, sang penari sudah mengenakan pakaian tari. Suasana magis terasa dengan terus dikepulkannya asap dupa selama pertunjukan tari Sintren.
3. Tari Ibing Keurseus
Tari Ibing Keurseus dibawakan oleh seorang penari laki-laki. Istilah Ibing Keurseus dapat diterjemahkan menjadi “tarian untuk pengajaran”. Tarian ini diciptakan oleh Raden Sambas Wirakusumah sekitar awal abad ke- 20. Penciptaan tarian ini bermula dari tari Tayuban yang pada saat itu dibawakan oleh seorang ronggeng. Namun tarian tersebut berkesan buruk, sehingga seorang bangsawan bernama Raden Bantjakusuma menata kembali gerakannya menjadi sebuah tari yang
lebih indah. Salah seorang muridnya, yaitu R.S. Wirakusumah, berupaya merunutkan unsur-unsur klasik tari tersebut dan menghasilkan sekelompok gubahan khas yang disebut tari Ibing Keurseus.
R.S. Wirakusumah mengubah tari Ibing Keurseus menjadi empat tarian. Empat tarian gubahan tersebut menjadi dasar pendidikan tari Sunda. Tarian tersebut mencerminkan jenis watak laki-laki yang khas.
Keempat tari Ibing Keurseus dapat dipentaskan pada acara sosial dengan diiringi gamelan klasik lengkap. Keempat jenis tari Ibing Keurseus, yaitu:
a. Tari Leyepan
Leyepan merupakan tarian indah yang bertempo lambat. Tarian ini melukiskan watak yang tenang dan sederhana. Geraknya mengalir tenang, kepala bergerak memutar, dan mata selalu menatap ke bawah. Iramanya lembut dan menghanyutkan.
b. Tari Nyatria
Nyatria merupakan tarian yang bertempo lebih cepat. Gerakannya lebih tegas dan cepat. Penari menegakkan kepala, yang menunjukkan kewaspadaan dan keterbukaan. Konon, tarian tersebut menggambarkan kekhasan orang Sunda.
c. Tari Monggawa
Monggawa sering juga disebut Kring Dua, yang berarti musik gamelan yang mengiringinya cukup pendek dengan tempo sedang diiringi tabuhan kendang yang keras. Tarian ini menyuguhkan gerak yang bersemangat dan tegas, menekankan pada kelugasan, kepercayaan diri, dan kekuatan.
d. Tari Ngalana
Ngalana juga merupakan tarian yang gagah, namun menggunakan tempo yang lebih cepat daripada ketiga tarian sebelumnya. Musik dan tari Ngalana mencerminkan keceriaan, yang ditandai dengan gerak yang disebut pakblang, yaitu penari mengibaskan ujung selendangnya secara bergantian di atas kepala sambil melompat pendek dan menganggukkan kepala dengan lugas dan patah. Terkadang penari juga menepukkan tangan di atas kepala. (seni Tari Eama & Rama)
4. Tari Jaipong
Tari Jaipong lahir pada tahun 1980 yang diciptakan oleh Gugum Gumbira. Tarian ini merupakan pengembangan dari tari Ketuk Tilu. Karya tari Jaipong pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari Daun Pulus, Keser Bojong, dan Rendeng Bojong. Daya tarik atau keunikan tari Jaipong adalah geraknya yang dinamis dan tabuhan gendangnya yang unik. Karawitan tari Jaipong terdiri atas gendang, ketuk, rebab, gong, kecrek, dan sinden. Kostum atau tata busana yang dikenakan dalam tari Jaipong adalah sinjang (celana pendek) dan apok (kebaya) yang diberi berbagai hiasan. Pada penyajian tari Jaipong, ada yang diberi pola (ibing pola) seperti pada seni Jaipong Bandung dan ada pula tarian yang tidak dipola (ibing saka), seperti seni Jaipong Subang dan Karawang.
Saat ini, tari Jaipong dapat dikatakan sebagai salah satu identitas kesenian Jawa Barat. Hal tersebut tampak dengan diadakannya pertunjukan tari Jaipong pada beberapa acara-acara penting dan penyambutan tamu asing. Selain itu, pertunjukan tari Jaipong diikutsertakan dalam misi-misi kesenian ke luar negeri. Tari Jaipong banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, seperti pada seni pertunjukan wayang, degung, dan kecapi. Tari Jaipong juga dapat dikolaborasikan dengan musik dangdut modern menjadi kesenian pong-dut (tari Jaipong dan dangdut).
putri. Beberapa macam tari tunggal yang berasal dari Jawa Barat dan Betawi antara lain, tari Topeng Cisalak, tari Sintren, tari Ibing Keurseus, dan tari Jaipong.
1. Tari Topeng Cisalak
Tari Topeng Cisalak merupakan kesenian yang berkembang di daerah Cisalak, Cimanggis, Depok. Awalnya, tari Topeng Cisalak muncul pada tahun 1918 dengan nama Topeng Kinang. Dua orang tokoh yang menciptakan tarian ini adalah Djioen dan Mak Kinang. Kedua orang ini merupakan pemain Topeng Ubrug yang terkenal pada masa itu, sehingga tari Topeng Cisalak mendapatkan banyak pengaruh dari tari Topeng Ubrug.
Pertunjukan tari Topeng Cisalak melalui tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan penutupan.
a. Tahap persiapan
Persiapan yang dilakukan, yaitu menyiapkan panggung yang dilengkapi dengan spanduk dan tirai sebagai identitas kelompok tari, di mana para penari bersiap-siap dan para pemain musik menyiapkan alat-alatnya.
b. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dimulai dengan prosesi ngukus dan sesaji yang dilakukan di depan waditra bende seusai adzan maghrib. Sesaji yang disediakan berupa kemenyan dan cerutu untuk dibakar, tujuh macam minuman, tujuh macam bunga, rujakan, beras, perawanten, nasi, dan bakakak ayam.
Dalam prosesi ini, waditra rebab, kendang, dan gong dikukusi diiringi harapan supaya pertunjukan berjalan lancar. Sementara itu, waditra bende diperlakukan secara khusus dengan diberi air kembang tujuh macam. Biasanya pada acara ini warga memberikan air disertai uang ala kadarnya untuk mendapat berkah.
Tahap pelaksanaan diawali dengan memukul gong sesuai dengan hari Jumlah pukulan gong ini bervariasi, sesuai dengan hari pelaksanaan pertunjukan. Misalnya, jika pertunjukan berlangsung pada hari Senin, gong dipukul sebanyak 4 kali. Demikian pula dengan hari Selasa gong dipukul 3 kali, Rabu 7 kali, Kamis 8 kali, Jumat 6 kali, Sabtu 9 kali, dan Minggu 5 kali.
Kemudian, dilantunkan tembang atau kakawih yang disambung dengan pementasan tari Topeng Tunggal oleh penari yang disebut ronggeng topeng. Disusul dengan tari Lipet Gades, yaitu tari berpasangan ronggeng dengan penari bodor, dan dilanjutkan dengan acara bodoran atau lawak sebagai penutup pertunjukan.
Ada tiga macam topeng yang dikenakan penari Topeng Tunggal sesuai dengan jumlah tarian yang dibawakan, yaitu:
1) Pada tarian pembuka, penari mengenakan topeng berwarna putih. Topeng ini disebut Topeng Panji yang melambangkan kelembutan. Karena itu tarian yang dibawakan pun bersifat lemah lembut. Ini adalah tarian penyambut penonton pada pertunjukan tari Topeng Cisalak.
2) Setelah tarian pembuka selesai, penari berbalik membelakangi penonton dan mengenakan Topeng Sanggah, yaitu topeng yang berwarna merah muda. Pada tarian kedua ini, gerakan penari lebih atraktif dan dinamis.
3) Tarian ketiga merupakan tarian yang paling agresif, sesuai dengan topeng yang dikenakan yang berwarna jingga atau merah menyala bermotif raksasa. Tarian pun bersifat beringas dan kasar. Setelah tarian ini berakhir, penari kembali ke balik tirai digantikan oleh tiga penari lain yang memainkan tari
Ajeng disusul tari Lipet Gandes. Pertunjukan berakhir dengan bodoran.
Tari Topeng Cisalak seringkali disebut juga tari Topeng Betawi, karena tari tersebut juga dipengaruhi kebudayaan Betawi. Nyanyian dan waditra yang digunakan memang khas Sunda, namun dialeknya dipengaruhi dialek Tionghoa dan Betawi pinggiran.
2. Tari Sintren
Tari Sintren berkembang di daerah Indramayu dan Cirebon. Tari tersebut memiliki keunikan dalam alat-alat musik yang dipergunakan, di mana alat musiknya terbuat dari tembikar dan kipas dari bambu. Jika alat-alat tersebut ditabuh dengan cara tertentu, maka akan menimbulkan suara yang khas.
Istilah Sintren berasal dari dua kata, yaitu sinyo dan trennen. Sinyo berarti pemuda dan trennen berarti latihan. Jadi, Sintren dapat diartikan sebagai pemuda yang sedang berlatih kesenian. Tari Sintren sudah sangat jarang dipentaskan. Oleh karena itu, tari Sintren menjadi kesenian tradisional yang sangat dihargai.
Pertunjukan tari Sintren mirip dengan pertunjukan sulap dan berbau magis. Tari Sintren dibawakan oleh seorang penari perempuan. Penari naik ke pentas dengan pakaian sehari-hari, lalu dimasukkan ke dalam kurungan seperti kurungan ayam. Kemudian, pendukung acara lainnya memasukkan pakaian tari ke dalam kurungan itu. Dalam beberapa saat ketika kurungan dibuka, sang penari sudah mengenakan pakaian tari. Suasana magis terasa dengan terus dikepulkannya asap dupa selama pertunjukan tari Sintren.
3. Tari Ibing Keurseus
Tari Ibing Keurseus dibawakan oleh seorang penari laki-laki. Istilah Ibing Keurseus dapat diterjemahkan menjadi “tarian untuk pengajaran”. Tarian ini diciptakan oleh Raden Sambas Wirakusumah sekitar awal abad ke- 20. Penciptaan tarian ini bermula dari tari Tayuban yang pada saat itu dibawakan oleh seorang ronggeng. Namun tarian tersebut berkesan buruk, sehingga seorang bangsawan bernama Raden Bantjakusuma menata kembali gerakannya menjadi sebuah tari yang
lebih indah. Salah seorang muridnya, yaitu R.S. Wirakusumah, berupaya merunutkan unsur-unsur klasik tari tersebut dan menghasilkan sekelompok gubahan khas yang disebut tari Ibing Keurseus.
R.S. Wirakusumah mengubah tari Ibing Keurseus menjadi empat tarian. Empat tarian gubahan tersebut menjadi dasar pendidikan tari Sunda. Tarian tersebut mencerminkan jenis watak laki-laki yang khas.
Keempat tari Ibing Keurseus dapat dipentaskan pada acara sosial dengan diiringi gamelan klasik lengkap. Keempat jenis tari Ibing Keurseus, yaitu:
a. Tari Leyepan
Leyepan merupakan tarian indah yang bertempo lambat. Tarian ini melukiskan watak yang tenang dan sederhana. Geraknya mengalir tenang, kepala bergerak memutar, dan mata selalu menatap ke bawah. Iramanya lembut dan menghanyutkan.
b. Tari Nyatria
Nyatria merupakan tarian yang bertempo lebih cepat. Gerakannya lebih tegas dan cepat. Penari menegakkan kepala, yang menunjukkan kewaspadaan dan keterbukaan. Konon, tarian tersebut menggambarkan kekhasan orang Sunda.
c. Tari Monggawa
Monggawa sering juga disebut Kring Dua, yang berarti musik gamelan yang mengiringinya cukup pendek dengan tempo sedang diiringi tabuhan kendang yang keras. Tarian ini menyuguhkan gerak yang bersemangat dan tegas, menekankan pada kelugasan, kepercayaan diri, dan kekuatan.
d. Tari Ngalana
Ngalana juga merupakan tarian yang gagah, namun menggunakan tempo yang lebih cepat daripada ketiga tarian sebelumnya. Musik dan tari Ngalana mencerminkan keceriaan, yang ditandai dengan gerak yang disebut pakblang, yaitu penari mengibaskan ujung selendangnya secara bergantian di atas kepala sambil melompat pendek dan menganggukkan kepala dengan lugas dan patah. Terkadang penari juga menepukkan tangan di atas kepala. (seni Tari Eama & Rama)
4. Tari Jaipong
Tari Jaipong lahir pada tahun 1980 yang diciptakan oleh Gugum Gumbira. Tarian ini merupakan pengembangan dari tari Ketuk Tilu. Karya tari Jaipong pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari Daun Pulus, Keser Bojong, dan Rendeng Bojong. Daya tarik atau keunikan tari Jaipong adalah geraknya yang dinamis dan tabuhan gendangnya yang unik. Karawitan tari Jaipong terdiri atas gendang, ketuk, rebab, gong, kecrek, dan sinden. Kostum atau tata busana yang dikenakan dalam tari Jaipong adalah sinjang (celana pendek) dan apok (kebaya) yang diberi berbagai hiasan. Pada penyajian tari Jaipong, ada yang diberi pola (ibing pola) seperti pada seni Jaipong Bandung dan ada pula tarian yang tidak dipola (ibing saka), seperti seni Jaipong Subang dan Karawang.
Saat ini, tari Jaipong dapat dikatakan sebagai salah satu identitas kesenian Jawa Barat. Hal tersebut tampak dengan diadakannya pertunjukan tari Jaipong pada beberapa acara-acara penting dan penyambutan tamu asing. Selain itu, pertunjukan tari Jaipong diikutsertakan dalam misi-misi kesenian ke luar negeri. Tari Jaipong banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, seperti pada seni pertunjukan wayang, degung, dan kecapi. Tari Jaipong juga dapat dikolaborasikan dengan musik dangdut modern menjadi kesenian pong-dut (tari Jaipong dan dangdut).
0 Response to "Macam-Macam Tari Tunggal (Satu Orang) | Tari Topeng Cisalak, Sintren, Ibing Keurseus, Jaipong"
Posting Komentar