Sebuah tarian daerah tidak tercipta tanpa ada alasannya. Tarian suatu daerah tercipta sejak zaman dahulu yang sering dipadukan dengan adat istiadat yang ada di daerah tersebut, baik dalam hal upacara adat yang bersifat religius maupun berkenaan dengan kehidupan sehari-hari masyarakatnya.
Fungsi tari bagi setiap suku bangsa atau daerah memiliki kemiripan atau persamaan.
Perbedaan antara tari suatu daerah dengan daerah lainnya terlihat pula dalam busana yang digunakan. Daerah yang terletak di pedalaman atau hutan, seperti suku Dayak dan suku Dani menggunakan kostum yang berasal dari tumbuhan dan binatang. Sedangkan, daerah yang terletak di daerah perkotaan, seperti suku Sunda dan Bali menggunakan busana dari kain (batik atau sutera). Persamaan dan perbedaan yang telah diuraikan di atas berhubungan dengan selera, kebiasaan, latar belakang budaya, dan adat-istiadat yang berlaku pada masyarakat tertentu. Di dalam perkembangannya, suatu bentuk tari tradisi pasti mengalami perubahan dalam hal tata rias dan busana, tetapi perubahan itu terjadi secara lambat dan penuh pertimbangan. (seni Tari Atang dan Rama)
Warna merah, hitam, putih, kuning, hijau, dan berbagai warna lainnya, di beberapa tempat mempunyai makna dan nilai yang berbeda-beda. Sebagai contoh, bagi masyarakat Surakarta (Jawa Tengah) warna kematian adalah merah. Sedangkan, di Yogyakarta bendera warna putih berarti kematian. Pemilihan warna sebagai sarana ungkapan ekspresi kepercayaan, adat, dan nilai estetis adalah hal yang wajar bagi semua suku. Bahkan, adat dan kebiasaan tersebut berpengaruh juga pada penggunaan warna rias tari. Oleh karena itu, fungsi tata rias dan busana pada tari daerah nusantara tidak dapat ditinggalkan dari pola hidup masyarakat pemiliknya. Setiap daerah mempunyai ciri khas tari masing-masing. Ciri khas suatu tarian dapat dilihat melalui gerak, busana, aksesoris, properti, fungsi, guna, dan tempat yang digunakan. Ciri khas tarian akan semakin terlihat pada gerakan yang beraneka ragam
Melihat penari putri bergerak dinamis, saling mengisi ruang dan waktu, membungkuk, dan tegak dengan cepat, tangkas dan terampil, busana mencerminkan kepercayaan yang dianut dengan tata rias yang secukupnya. Terbayang dalam ingatan kita tentang tari Seudati dan Saman dari Aceh. Beberapa penari pria dan wanita sambil menari dengan lincah melompati empat batang pelepah daun sagu yang disebut gaba-gaba. Sagu dan pelepahnya mengingatkan kita pada masyarakat yang mengkonsumsinya, yaitu suku Maluku.
Jenis tari daerah begitu banyak, sehingga tidak mungkin disebutkan semua. Pada umumnya tari dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu tari yang berasal dari wilayah budaya murni dan wilayah budaya perbatasan. Yang berasal dari wilayah budaya murni terdapat di pedalaman, termasuk
hutan dan gunung, sedangkan yang berasal dari wilayah budaya perbatasan terdapat di daerah perbatasan dan pesisir pantai.
Fungsi tari bagi setiap suku bangsa atau daerah memiliki kemiripan atau persamaan.
Fungsi tari bagi suku Jawa dan Bali memiliki kemiripan yaitu sebagai sarana hiburan dan untuk mendukung acara adat.Namun demikian, fungsi tari untuk mendukung upacara adat bagi suku Jawa dan Bali memiliki nuansa yang berbeda. Di Bali, tari menyatu dengan ritual (upacara keagamaan), sementara di Jawa hanya kepercayaan tertentu yang menggunakan tari sebagai sarana upacara. Berbagai jenis tari daerah juga memiliki perbedaan yang terlihat dari rias wajah dan tubuh. Misalnya, suku Asmat menggunakan riasan wajah dengan warna serba hitam atau merah. Sedangkan, suku Jawa menggunakan riasan wajah seperti seorang putri atau pengantin.
Perbedaan antara tari suatu daerah dengan daerah lainnya terlihat pula dalam busana yang digunakan. Daerah yang terletak di pedalaman atau hutan, seperti suku Dayak dan suku Dani menggunakan kostum yang berasal dari tumbuhan dan binatang. Sedangkan, daerah yang terletak di daerah perkotaan, seperti suku Sunda dan Bali menggunakan busana dari kain (batik atau sutera). Persamaan dan perbedaan yang telah diuraikan di atas berhubungan dengan selera, kebiasaan, latar belakang budaya, dan adat-istiadat yang berlaku pada masyarakat tertentu. Di dalam perkembangannya, suatu bentuk tari tradisi pasti mengalami perubahan dalam hal tata rias dan busana, tetapi perubahan itu terjadi secara lambat dan penuh pertimbangan. (seni Tari Atang dan Rama)
Warna merah, hitam, putih, kuning, hijau, dan berbagai warna lainnya, di beberapa tempat mempunyai makna dan nilai yang berbeda-beda. Sebagai contoh, bagi masyarakat Surakarta (Jawa Tengah) warna kematian adalah merah. Sedangkan, di Yogyakarta bendera warna putih berarti kematian. Pemilihan warna sebagai sarana ungkapan ekspresi kepercayaan, adat, dan nilai estetis adalah hal yang wajar bagi semua suku. Bahkan, adat dan kebiasaan tersebut berpengaruh juga pada penggunaan warna rias tari. Oleh karena itu, fungsi tata rias dan busana pada tari daerah nusantara tidak dapat ditinggalkan dari pola hidup masyarakat pemiliknya. Setiap daerah mempunyai ciri khas tari masing-masing. Ciri khas suatu tarian dapat dilihat melalui gerak, busana, aksesoris, properti, fungsi, guna, dan tempat yang digunakan. Ciri khas tarian akan semakin terlihat pada gerakan yang beraneka ragam
(a) tari Pendet
(b) tari Serimpi
(c) tari Enggang
(d) tari Gambyong
Gerakan tangan diangkat tinggi dan mata melirik tajam adalah salah satu ciri gerakan tari Bali. Busana gemerlap, penuh aksesoris, manik-manik, gerakan lincah, rias menyala, membawa angan-angan kita pada seorang penari Jaipong dari suku Sunda. Seorang penari dengan penampilan lemah lembut, gemulai, busana kalem, rias sesuai karakter tokoh yang dibawakan, menghantar kita kepada sosok penari Jawa. Segerombolan penari wanita maupun pria yang secara ritmik dan penuh semangat menghentakkan kaki sepanjang pertunjukan, dengan busana khas rumbai-rumbai dari aneka dedaunan melingkar di perut, rias wajah, dan tubuh serba putih, aksesoris bulu burung di kepala, menuntun bayangan kita pada tari suku Dayak.Melihat penari putri bergerak dinamis, saling mengisi ruang dan waktu, membungkuk, dan tegak dengan cepat, tangkas dan terampil, busana mencerminkan kepercayaan yang dianut dengan tata rias yang secukupnya. Terbayang dalam ingatan kita tentang tari Seudati dan Saman dari Aceh. Beberapa penari pria dan wanita sambil menari dengan lincah melompati empat batang pelepah daun sagu yang disebut gaba-gaba. Sagu dan pelepahnya mengingatkan kita pada masyarakat yang mengkonsumsinya, yaitu suku Maluku.
Jenis tari daerah begitu banyak, sehingga tidak mungkin disebutkan semua. Pada umumnya tari dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu tari yang berasal dari wilayah budaya murni dan wilayah budaya perbatasan. Yang berasal dari wilayah budaya murni terdapat di pedalaman, termasuk
hutan dan gunung, sedangkan yang berasal dari wilayah budaya perbatasan terdapat di daerah perbatasan dan pesisir pantai.
0 Response to "Perpaduan antara Tari dan Tradisi di Nusantara"
Posting Komentar