Seni Teater Abad Pertengahan, Zaman Renaissance, Elizabethan, Restorasi, Realisme, Teater Abad 17-20

Seni Teater Abad Pertengahan

Dalam tahun 1400-an dan 1500-an, banyak kota di Eropa mementaskan drama untuk merayakan hari-hari besar umat Kristen. Drama-drama dibuat berdasarkan cerita-cerita Alkitab dan dipertunjukkan di atas kereta, yang disebut pageant, dan ditarik keliling kota. Bahkan saat itu pertunjukan jalan dan prosesi penuh warna diselenggarakan di seluruh dunia untuk merayakan berbagai hari besar keagamaan. Para pemain drama pageant menggunakan tempat di bawah kereta untuk menyembunyikan peralatan. Peralatan ini digunakan untuk efek tipuan, seperti menurunkan seorang aktor dari atas ke panggung. Para pemain pegeant memainkan satu adegan dari kisah dalam Alkitab, lalu berjalan lagi. Pageant lain dari aktor-aktor lain untuk adegan berikutnya, menggantikannya. Aktor-aktor pageant seringkali adalah para perajin setempat yang memainkan adegan yang menunjukkan keahlian mereka. Orang berkerumun untuk menyaksikan drama pageant religius di Eropa. drama ini populer karena pemainnya berbicara dalam bahasa sehari-hari, bukan bahasa Latin yang merupakan bahasa resmi gereja-gereja Kristen Wisnuwardhono dalam Santosa, 2008:10).
Seni Teater Abad Pertengahan

Ciri-ciri teater abad Pertengahan adalah sebagai berikut:

  1. Drama dimainkan oleh aktor-aktor yang belajar di universitas sehingga dikaitkan dengan masalah filsafat dan agama.
  2. Aktor bermain di panggung di atas kereta yang bisa dibawa berkeliling menyusuri jalanan.
  3. Drama banyak disisipi cerita kepahlawanan yang dibumbui cerita percintaan.
  4. Drama dimainkan di tempat umum dengan memungut bayaran.
  5. Drama tidak memiliki nama pengarang.



Seni Teater Zaman Renaissance

Sejarah abad 15 dan 16 ditentukan oleh penemuan-penemuan penting yaitu mesin, kompas, dan mesin cetak. Semangat baru muncul untuk menyelidiki kebudayaan Yunani dan Romawi klasik. Semangat ini disebut semangat renaissance yang berasal dari kata “renaitre” yang berarti kelahiran kembali manusia untuk mendapatkan semangat hidup baru. Gerakan yang menyelidiki semangat ini disebut gerakan humanisme.
Pusat-pusat aktivitas teater di Italia adalah istana-istana dan akademi. Di gedung-gedung teater milik para bangsawan inilah dipentaskan naskah-naskah yang meniru drama-drama klasik. Para aktor kebanyakan pegawai - pegawai istana dan pertunjukan diselenggarakan dalam pesta-pesta istana.

Ada tiga jenis drama yang dikembangkan, yaitu tragedi, komedi, dan pastoral atau drama yang membawakan kisah-kisah percintaan antara dewa-dewa dengan para gembala di daerah pedesaan. Namun nilai seni ketiganya masih rendah. Drama dilangsungkan dengan mengikuti struktur yang ada. Meskipun demikian gerakan mereka memiliki arti penting karena Eropa menjadi mengenal drama yang jelas struktur dan bentuknya.
Seni Teater Zaman Renaissance

Ciri-ciri teater Zaman Renaissance yakni sebagai berikut.

  1. Naskah lakon yang dipertunjukkan meniru teater Zaman Yunani klasik.
  2. Cerita bertema mitologi atau kehidupan sehari-hari.
  3. Tata busana dan dekorasi yang dipergunakan sangat inovatif.
  4. Pelaksanaan bentuk teater diatur oleh kerajaan maupun universitas.
  5. Menggunakan panggung proscenium yaitu bentuk panggung yang memisahkan area pementasan dengan penonton.


Pada zaman ini juga melahirkan satu bentuk teater yang disebut commedia dell’arte. Teater ini merupakan bentuk teater rakyat Italia yang berkembang di luar lingkungan istana dan akademisi. Pada tahun 1575 bentuk ini sudah populer di Italia, kemudian menyebar luas di Eropa dan mempengaruhi semua bentuk komedi yang diciptakan pada tahun 1600.

Ciri khas commedia dell'arte adalah:

  1. Para pemain dibebaskan berimprovisasi mengikuti jalannya cerita dan dituntut memiliki pengetahuan luas yang dapat mendukung permainan improvisasinya.
  2. Menggunakan naskah lakon yang berisi garis besar cerita.
  3. Cerita yang dimainkan bersumber pada cerita yang diceritakan secara turun menurun.
  4. Cerita terdiri dari tiga babak didahului prolog panjang. Plot cerita berlangsung dalam suasana adegan lucu.
  5. Peristiwa cerita berlangsung dan berpindah secara cepat
  6. Terdapat tiga tokoh yang selalu muncul, yaitu tokoh penguasa, tokoh penggoda, dan tokoh pembantu.
  7. Tempat pertunjukannya di lapangan kota dan panggung-panggung sederhana.
  8. Setting panggung sederhana, yaitu rumah, jalan, dan lapangan.



Seni Teater Zaman Elizabethan

Pada tahun 1576, selama pemerintahan Ratu Elizabeth I, gedung teater besar dari kayu dibangun di London Inggris. Gedung ini dibangun seperti lingkaran sehingga penonton bisa duduk dihampir seluruh sisi panggung. Gedung teater ini sangat sukses sehingga banyak gedung sejenis dibangun di sekitarnya. Salah satunya yang disebut Globe, gedung teater ini bisa menampung 3.000 penonton. Penonton yang mampu membeli tiket duduk di sisi-sisi panggung. Mereka yang tidak mampu membeli tiket berdiri di sekitar panggung.
Bentuk panggung teater Elizabethan
Globe mementaskan drama-drama karya William Shakespeare, penulis drama terkenal dari Inggris yang hidup dari tahun 1564 sampai tahun 1616. Ia adalah seorang aktor dan penyair, selain penulis drama. Ia biasanya menulis dalam bentuk puisi atau sajak. Beberapa ceritanya berisi monolog panjang, yang disebut soliloki, dan menceritakan gagasan-gagasan mereka kepada penonton. Ia menulis 37 (tiga puluh tujuh) drama dengan berbagai tema, mulai dari pembunuhan dan perang sampai cinta dan kecemburuan.

Ciri-ciri teater Zaman Elizabeth adalah:

  1. Pertunjukan dilaksanakan siang hari dan tidak mengenal waktu istirahat.
  2. Tempat adegan ditandai dengan ucapan dengan disampaikan dalam dialog para tokoh.
  3. Tokoh wanita dimainkan oleh pemain anak-anak laki-laki. Tidak pemain wanita.
  4. Penontonnya berbagai lapisan masyarakat dan diramaikan oleh penjual makanan dan minuman.
  5. Menggunakan naskah lakon.
  6. Corak pertunjukannya merupakan perpaduan antara teater keliling dengan teater sekolah dan akademi yang keklasik-klasikan.



Seni Teater Abad 17

Drama-drama agama hanya berkembang di Spanyol Utara dan Barat, karena sebagian besar Spanyol dikuasai Islam. Ketika kekuasaan Arab dapat diusir dari Spanyol kira-kira tahun 1400, maka drama dijadikan salah satu media untuk “menghistorikan” kembali bekas jajahan Arab. Teater berkembang sebagai media dakwah agama. Inilah sebabnya drama agama berkembang di Spanyol. Gereja sangat berperan dalam pengembangan drama.

Pertunjukan yang berkembang adalah Autos Sacramentales dengan ciri-ciri antara lain:

  1. Tokoh-tokoh dalam cerita adalah tokoh simbolik, misalnya si Dosa, Si Bijaksana dipertemukan dengan tokoh supranatural dan manusia biasa dengan cerita berdasarkan kehidupan sekuler maupun ajaran-ajaran gereja.
  2. Dipertunjukkan di atas kereta kuda (dua tingkat) yang dinamai carros. Kereta-kereta kuda tadi juga membawa setting.
  3. Pertunjukan dilakukan oleh rombongan profesional yang selalu berhubungan dengan gereja
  4. Pertunjukannya selalu diselingi tarian dan pada saat istirahat diisi dengan farce pendek.


Unsur farce berdampak masuknya sekularisme dalam drama Autos dan berakibat gereja melarang Autos pada tahun 1765 karena merajalelanya semangat farce dan menyimpang dari ajaran-ajaran agama.

Drama di luar gereja yaitu drama sekuler juga berkembang pesat. Pada tahun 1579 telah berdiri gedung permanen di Madrid. Bentuk gedung teater ini mirip dengan Elizabethan di Inggris. Pelopor drama sekuler di Spanyol ialah Lope de Rueda (1510-1565). Ia dramawan, aktor dan produsen yang mendirikan gedung teater permanen di Spanyol. Tetapi profesionalisme dalam teater baru berkembang setelah kematiannya tahun 1580-an.
Gambaran suasana pertunjukan teater di Perancis Abad 17
Pada abad ke 17, teater Italia memiliki struktur-struktur bangunan dan panggung-panggung arsitektural. Panggung-panggung itu dihiasi setting-setting perspektif yang dilukis. Letak panggung dipisahkan dengan auditorium oleh lengkung prosenium. Di Inggris dan Spanyol, tidak terdapat pemain wanita dalam pementasan teater mereka.

Tradisi tersebut berlangsung sampai kira-kira 1587. Di abad ke 17, perusahaan-perusahaan seni peran Perancis dan Inggris mulai menambahkan wanita ke dalam rombongan-rombongan pertunjukan mereka. Di Amerika, teater kolonial baru mulai muncul. Mereka menggunakan sandiwara-sandiwara dan aktor-aktor Inggris.

Yunani yang padat, cermat, dan santun. Lahirlah Klasisme baru atau neo klasik yang memiliki konvensi sebagai berikut.
  1. Mengikuti dan memahami konsep pembuatan naskah klasik.
  2. Menjaga kemurnian tipe drama.
  3. Setia kepada kaidah klasik.
  4. Berorientasi pada fungsi drama.
  5. Menitikberatkan pada konsep tentang kebenaran dan moral kebaikan.
  6. Setia kepada keutuhan waktu, tempat, dan peristiwa.
  7. Hanya mengakui dua bentuk drama yaitu tragedi dan komedi.
  8. Konsep Neoklasik mengajarkan tentang kebenaran.



Seni Teater Zaman Restorasi

Zaman Restorasi adalah zaman kebangkitan kembali kegiatan teater di Inggris setelah kaum Puritan yang berkuasa menutup kegiatan teater. Segala bentuk teater dilarang. Namun setelah Charles II berkuasa kembali, ia menghidupkan kembali teater.
Pertunjukan teater Zaman Restorasi

Adapun ciri-ciri teater pada Zaman Restorasi adalah sebagai berikut.

  1. Tema cerita bersifat umum dan penonton sudah mengenalnya.
  2. Tokoh wanita diperankan oleh pemain wanita.
  3. Penonton tidak lagi semua lapisan masyarakat, tetapi hanya kaum menengah dan kaum atasan.
  4. Gedung teater mencontoh gaya Italia.
  5. Pertunjukan diselenggarakan di gedung proscenium yang diperluas dengan menambah area yang disebut apron, sehingga terjadi komunikasi yang intim antara pemain dan penonton.
  6. Setting panggung bergambar perspektif dan lebih bercorak umum, misalnya taman atau istana.



Seni Teater Abad 18

Abad ke 18 adalah masa agung pertama teater untuk kaum bangsawan. Pada abad 18, teater di Perancis dimonopoli oleh pemerintah dengan comedie francaise-nya. Secara tetap mereka mementaskan komedi dan tragedi, sedangkan bentuk opera, drama pendek dan burlesque dipentaskan oleh rombongan teater Italia Comedie Italienne yang biasanya pentas di pasar-pasar malam. Sampai akhir abad 17 Perancis menjadi pusat kebudayaan Eropa. Drama Perancis yang neoklasik menjadi model di seluruh Eropa. Kecenderungan neoklasik menjalar ke seluruh Eropa.
Gambar Pertunjukan teater abad 18
Selama abad 18 Italia berusaha mempertahankan bentuk commedia dell’arte. Penulis besarnya ialah Carlo Goldoni. Karya-karyanya berupa komedi yang kebanyakan agak sentimental, tetapi tergolong bermutu. Penulis naskah yang lain adalah Carlo Gozzi. Ia tidak meneruskan tradisi commedia dell’arte tetapi, menciptakan sendiri komedi-komedi fantasi dengan adegan-adegan penuh improvisasi. Commedia dell’arte sendiri mulai merosot dan tidak populer di Italia pada akhir abad 18. Sedang dalam tragedi, penulis Italia abad itu yang menonjol hanya Vittorio Alfieri.

Teater di Jerman sudah berkembang pada Zaman Renaissance (1500-1600), meskipun dalam bentuk yang belum sempurna. Inilah sebabnya teater Jerman tak berbicara banyak di Eropa sampai tahun 1725. Teater Jerman dengan model comedie francaise, menciptakan suatu organisasi teater paling baik di Eropa pada akhir abad 18. Sejak itu gerakan teater Jerman berpaling dari ide neoklasik kepada aliran romantik.


Seni Teater Awal Abad 19

Teater awal abad 19 ditandai dengan lahirnya drama Romantik yang berkembang antara tahun 1800-1850 karena memudarnya gagasan neoklasik dan terjadinya peristiwa revolusi Perancis. Revolusi Perancis yang berhasil mengubah struktur dan pola kehidupan rakyat Perancis menghadirkan gerakan baru di dunia teater yang mendorong terciptanya formula penulisan tema dan penokohan dalam naskah lakon.
Pementasan teater abad 19

Ciri-ciri pertunjukan teater Romantik adalah:

  1. Menggunakan naskah dengan struktur yang bersifat longgar dengan karakter tokoh yang berubah-ubah di setiap episode.
  2. Setiap bagian plot cerita memiliki episodenya sendiri (plot episodik).
  3. Inti cerita adalah masalah kebebasan memberontak pada fakta dan aturan yang bersifat klasik.
  4. Membawakan cerita kesejarahan yang memuat adegan perang, pemberontakan, pembakaran istana, perang tanding dan sebagainya.
  5. Panggung dihiasi dengan gambar-gambar yang sangat indah.
  6. Setting perspektif diganti dengan lukisan untuk layar sayap panggung dan sayap belakang dan bentuk skeneri ditampilkan bergantian.


Pada awal abad ke 19, sebuah pergerakan teater besar yang dikenal dengan Romantik mulai berlangsung di Jerman. August Wilhelm Schlegel adalah seorang penulis Roman Jerman yang menganggap Shakespeare adalah salah satu dari pengarang naskah lakon terbesar dan menerjemahkan 17 dari naskah lakonnya. Penggemar besar Shakespeare lain adalah Ludwig Tiecky yang sangat berperan dalam memperkenalkan karya-karya Shakespeare kepada orang-orang Jerman. Salah satu lakon tragedinya adalah Kaiser Octaveous.

Pengarang Jerman lainnya di awal abad ke 19 antara lain, Henrich von Kleist yang dikenal sebagai penulis lakon terbaik zaman itu, Christian Grabbe yang menulis Don Juan dan Faust, Franz Grillparzer yang dipandang sebagai penulis lakon serius pertama Austria, dan George Buchner yang menulis Danton’s Death dan Leoce & Lena.

Di Inggris, pergerakan Romantik dipicu oleh naskah lakon karya Samuel Taylor Coleridge, Henry James Byron, Percy Bysshe Shelley, dan John Keats. Dengan naskah lakon seperti, Remorse karya Coleridge, Marino Fanceiro karya Byron, dan The Cinci karya Shelley. Inggris menjadi berpengaruh kuat dalam mempopulerkan aliran Romantik. Di Perancis, Victor Hugo menulis Hernani (tahun 1830). The Moor of Venice adalah naskah lakon yang ditulis oleh Alfred de Vigny yang merupakan adaptasi Othello. Alexandre Dumas menulis lakon Henri III and His Court dan Christine . Alfred de Musset menulis lakon A Venician Night dan No Trifling With Love. 11. Abad 19 Banyak perubahan terjadi di Eropa pada abad ke 19 karena Revolusi Industri. Orang-orang berkelas pindah ke kota dan teater pun mulai berubah. Bentuk-bentuk baru teater diciptakan untuk pekerja industri seperti Vaudeville (aksi-aksi menghibur seperti lagu, tari, akrobat, komedi dalam satu rangkaian), Burlesque (pertunjukan hiburan yang membuat subyek menggelikan), dan melodrama (melebih-lebihkan karakter dalam konflik – pahlawan versus penjahat). Sandiwarasandiwara romantis dan kebangkitan klasik dimainkan di gedung teater yang megah pada masa itu. Amerika Serikat masih mengandalkan gaya teater dan lakon Eropa. Pada tahun 1820, lilin-lilin dan lampulampu minyak digantikan oleh lampu-lampu gas di gedung-gedung teater abad 19. Gedung Teater Savoy di London (1881) yang mementaskan drama-drama Shakespeare adalah gedung teater pertama yang panggungnya diterangi lampu listrik.

Pada abad 19 di Inggris sebuah drama kloset atau naskah lakon yang sepenuhnya tidak dapat dipentaskan bermunculan. Tercatat namanama penulis drama kloset seperti Wordswoth, Coleridge, Byron, Shelley, Swinburne, Browning, dan Tennyson. Baru pada akhir abad 19 teater di Inggris juga menunjukkan tanda-tanda kehidupan dengan munculnya Henry Arthur Jones, Sir Arthur Wing Pinero, dan Oscar Wilde. Kebangkitan juga terlihat pada pergerakan teater independen yang menjadi perintis pergerakan Teater Kecil yang nanti di abad ke 20 tersebar luas. Misalnya Theatre Libre Paris, Die Freie Buhne Berlin, independent Theater London dan Miss Horniman’s Theater Manchester di mana Ibsen, Strindberg, Bjornson, Yeats, Shaw, Hauptmann dan Synge mulai dikenal masyarakat.

Selama akhir abad 19 di Jerman muncul dua penulis lakon kaliber internasional yaitu Hauptmann dan Sudermann. Seorang doktor Viennese, Arthur Schnitzler, menjadi dikenal luas di luar tempat asalnya Austria dengan naskah lakon yang ringan dan menyenangkan berjudul Anatol. Di Perancis, Brieux menjadi perintis teater realistis dan klinis. Belgia menghasilkan Maeterlinck. Di Paris, muncul lakon Cyrano de Bergerac, karya Edmond Rostand. Sementara itu di Italia Giacosa menulis lakon terbaiknya yang banyak dikenal, As the Leaves, dan mengarang syair-syair untuk opera, La Boheme, Tosca, dan Madame Butterfly. Verga menulis In the Porter’s Lodge, The Fox Hunt, dan Cavalleria Rusticana, yang juga lebih dikenal melalui opera Mascagni.

Penulis lakon Italia abad 19 yang paling terkenal adalah Gabriel d’Annunzio, Luigi Pirandello, dan Sem Benelli dengan lakon berjudul Supper of Jokes yang dikenal di Inggris dan Amerika sebagai The Jest. Bennelli dengan lakon Love of the Three Kings-nya dikenal di luar Italia dalam bentuk opera. Di Spanyol Jose Echegaray menulis The World and His Wife, Jose Benavente dengan karyanya Passion Flower dan Bonds of Interest dipentaskan di Amerika, dan Sierra bersaudara dengan naskah lakon Cradle Song menjadi penghubung abad ke 19 dan 20, seperti halnya Shaw, Glasworthy, dan Barrie di Inggris, serta Lady Augusta Gregory dan W.B. Yeats di Irlandia.

Sampai abad 19 teater di Amerika dikuasai oleh Stock Company dengan sistem bintang. Sebuah rombongan drama lengkap dengan peralatannya serta bintang-bintangnya mengadakan perjalanan keliling. Dengan dibangunnya jaringan kereta api, Stock Company makin berkembang. Akibatnya seni teater tersebar luas di seluruh Amerika, muncullah teater-teater lokal. Stock company lenyap sekitar tahun 1900. Sindikat teater berkuasa di Amerika dari tahun 1896-1915. Realisme menguasai panggung-panggung teater Amerika pada Abad 19. Usaha melukiskan kehidupan nyata secara teliti dan detail ini dimulai dengan pementasan-pementasan naskah-naskah sejarah. Setting dan kostum diusahakan sepersis mungkin dengan zaman di mana cerita berlangsung. Charles Kenble dalam memproduksi King John tahun 1823 (naskah Shakespeare) mengusahakan ketepatan sampai hal-hal yang detail.


Seni Teater Zaman Realisme

Zaman Realisme yang lahir pada penghujung abad 19 dapat dijadikan landas pacu lahirnya seni teater modern di Barat. Penanda yang kuat adalah timbulnya gagasan untuk mementaskan lakon kehidupan di atas pentas dan menyajikannya seolah peristiwa itu terjadi secara nyata. Gagasan ini melahirkan konvensi baru dan mengubah konvensi lama yang lebih menampilkan seni teater sebagai sebuah pertunjukan yang memang dikhususkan untuk penonton. Tidak ada lagi pamer keindahan bentuk akting dan puitika kata-kata dalam realisme. Semua ditampilkan apa adanya seperti sebuah kenyataan kehidupan.
Gambar Pementasan teater realis
Diiringi dengan perkembangan teknologi yang dapat digunakan untuk mendukung artistik pentas, Realisme menjadi primadona di dunia barat. Seni teater yang menghadirkan penggal kenyataan hidup di atas pentas ini begitu membius penggemarnya. Para penonton dibuat terhanyut dan larut dalam cerita-cerita yang dimainkan. Pesona semacam ini membuat Realisme begitu berpengaruh dalam waktu yang cukup lama.


Seni Teater Abad 20

Seiring dengan perkembangan waktu, kualitas pertunjukan teater konvensional utamanya realis oleh beberapa seniman dianggap semakin menurun kualitasnya dan membosankan. Hal ini mendorong
para pemikir teater untuk menemukan satu bentuk ekspresi baru yang lepas dari konvensi yang sudah ada. Wilayah jelajah artistik dibuka selebar-lebarnya untuk kemungkinan perkembangan bentuk pementasan seni teater. Dengan semangat melawan pesona realisme, para seniman mencari bentuk pertunjukannya sendiri.

Pada awal abad 20 inilah istilah teater eksperimental berkembang. Banyak gaya baru yang lahir baik dari sudut pandang pengarang, sutradara, aktor ataupun penata artistik. Tidak jarang usaha mereka berhasil dan mampu memberikan pengaruh seperti gaya simbolisme, surealisme, epik, dan absurd. Tetapi tidak jarang pula usaha mereka berhenti pada produksi pertama. Terlepas dari hal tersebut, usaha pencarian kaidah artistik yang dilakukan oleh seniman teater modern patut diacungi jempol karena usaha-usaha tersebut mengantarkan pada keberagaman bentuk ekspresi dan makna keindahan.

Pengaruh perkembangan teknologi tak pelak juga mempengaruhi penampilan seni teater. Ketika televisi mulai diproduksi massal, seniman mulai berpikir untuk membuat pertunjukan dengan panggung yang dibuat sedemikian rupa, sehingga penonton dapat aktif dan tertarik. Kemunculan televisi memang pada awalnya dianggap mengancam kehidupan panggung, karena pertunjukan di televisi bisa disaksikan tanpa perlu keluar rumah. Selain itu gambar-gambar dalam televisi bisa dimunculkan sedemikian rupa sehingga objek menjadi nampak jelas. Sementara itu di panggung penonton hanya menyaksikan objek atau laku aksi pemain dari satu sisi dan jarak saja.

Atas pemikiran seperti ini, Jerzy Growtoski yang juga banyak belajar teater dari Konstantin Stanyslavski membuat konsep pemanggungan teater yang sangat berbeda. Ia membagi panggung menjadi beberapa bagian dan menempatkannya di tempat yang berbeda-beda mengitari penonton dan memungkinkan pemain untuk mendekati penonton. Pada saat pertunjukan teater berlangsung, penonton menjadi sangat aktif, karena harus mengikuti permainan yang berlangsung dari panggung yang berlainan. Meskipun pada akhirnya dunia panggung tetap eksis dan mampu hidup berdampingan dengan pertunjukan televisi, namun usaha untuk mengantisipasi kemungkinan bergesernya selera penonton pernah dilakukan.

Usaha yang sama dalam bidang yang berbeda pernah dilakukan oleh Vsevolod Meyerhold untuk menyikapi tumbuh kembangnya dunia industri yang melahirkan budaya produktivitas. Budaya yang serba mesin dalam dunia industri membuat manusia harus mampu menyesuaikan dirinya jika tidak mau tenggelam dalam kemiskinan.

Oleh karena itu pada akhirnya, manusia yang harus menyesuaikan struktur dirinya, dengan struktur mesin meskipun pada saat pertama kali mesin diciptakan untuk mendukung struktur hidup manusia. Atas keadaan ini, Meyerhold menciptakan gaya teater yan disebut dengan konstruktivisme di mana laku para aktor harus mampu menyesuaikan struktur tata panggung yang ada.


Pada abad 20 tidak hanya pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi perkembangan teater, tetapi perang dan politik juga memiliki peranan yang besar. Dalam situasi perang, manusia tidak bisa lagi menikmati pertunjukan dengan tenang. Tidak bisa lagi disuguhi tontonan yang menampilkan kisah-kisah kehidupan yang indah dan menyedot rasa sedemikian rupa sehingga melupakan kenyataan hidup yang sedang dihadapi yakni perang. Kondisi inilah yang disikapi oleh Erwin Pistcator dan Bertolt Brecht yang menggagas gaya pementasan epik dengan tujuan utama menyadarkan penonton akan kenyataan politik yang sedang dialami. Penonton tidak diajak untuk larut dalam pertunjukan, tetapi disadarkan untuk mengambil pelajaran dari pertunjukan tersebut.

Konsep artistik teater sebagai bentuk penyadaran ini pula yang diadaptasi oleh Augusto Boal dengan menciptakan konsep teater kaum tertindas atau theatre of the oppressed. Dalam pertunjukan teater Boal, penonton pada akhirnya bukanlah penonton, tetapi pemain yang lain. Artinya, semua penonton ikut bermain dan pertunjukan teater menjadi sebuah gerakan kesadaran bersama atas apa yang sedang terjadi dan menimpa kehidupan mereka. Penonton disadarkan melalui pertunjukan dan diperbolehkan melontarkan pendapat atas cerita yang sedang dilakukan sehingga tanpa disadari penonton terlibat langsung dalam pertunjukan tersebut. Ketika semua penonton ikut terlibat, maka gerakan kesadaran bersama tersebut telah tercipta dan teater benarbenar menjadi kehidupan.

Pesatnya pertumbuhan teater abad 20 akhirnya mengarahkan pada pencarian ekspresi artistik yang lain. Usaha ini mengarahkan teater Barat untuk menuju benua Asia. Mereka banyak belajar dan menggali ekspresi teater Asia untuk kemudian dikombinasi atau diadaptasi dalam bentuk ekspresi teater yang baru. Peter Brook adalah seniman yang cukup terkenal dalam usaha semacam ini. Ia membentuk kelompok teater yang beranggotakan aktor dari seluruh penjuru dunia termasuk Asia. Salah satu aktor dari Indonesia adalah Tapa Sudana dan dari Jepang adalah Yoshi Oida. Brook mencoba mencari pola komunikasi dan ekspresi artistik tanpa terkendala bahasa. Ia menggalinya dari berbagai budaya. Dalam salah satu usaha pencariannya, ia bersama aktor-aktornya pergi menyusuri Afrika untuk menemukan bentuk ekspresi dan komunikasi budaya tanpa kendala bahasa ini (Heilpern, 1989: 5).

Salah satu mahakarya Peter Brook adalah Mahabarata. Sebuah pertunjukan teater dengan mengambil epos terkenal dari India dan dipentaskan selama kurang lebih 8 jam. Sesuatu usaha yang jarang ditemui di benua Eropa. Simbol-simbol ekspresi Asia coba ia gali dan temukan serta direkreasi ke dalam bentuk ekspresi baru yang diungkapkan dalam ragam budaya yang berbeda. Hasilnya sebuah pertunjukan yang mengagumkan.

Selain Brook masih ada Eugenio Barba yang dengan penuh semangat meneliti dan menggali elemen-elemen pertunjukan dari Asia. Atas usahanya ini muncullah satu bahasan baru yang disebut sebagai teater antropologi. Penelitiannya di Indonesia menghasilkan struktur dan filosofi gerak atau motif gerak yang berlawanan, tetapi saling menguatkan seperti keras dan manis di Bali dan alusan serta gagahan di Jawa. Usaha-usaha yang dilakukan Barba dan para seniman teater modern lain dalam menjelajahi kemungkinan-kemungkinan artistik ini akhirnya menghapus batas-batas geografi dan budaya. Semuanya melebur dalam satu kesatuan artistik yaitu seni teater.
Baca juga: Sejarah Seni Teater Pada Zaman Yunani dan Romawi

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Seni Teater Abad Pertengahan, Zaman Renaissance, Elizabethan, Restorasi, Realisme, Teater Abad 17-20"

Posting Komentar