Pengasuhan awal Nabi Muhammad Saw - Diantara kebiasaan pada orang-orang Arab kota Makkah, terutama pada orang-orang bangsawan, untuk menyusukan dan menitipkan bayibayi mereka kepada wanita Badiyah (dusun di padang pasir). Maksudnya agar bayi-bayi itu dapat menghirup hawa segar, terhindar dari penyakit, dan supaya bayi-bayi itu dapat berbicara dengan bahasa yang baik dan fasih.
Demikian pula halnya Nabi Muhammad Saw. Setelah dilahirkan oleh ibunya, beliau disusui oleh Tsuwaibah Al-Aslamiyah selama 3 hari, sesudah penyusuan ibu beliau. Tsuwaibah adalah pelayan paman Nabi yang bernama Abi Lahab.Kemudian Nabi diserahkan oleh ibunya kepada seorang wanita Badiyah yang bernama “Halimatussa’diyah” dari Bani Sa’ad kabilah Hawazin.
Tempat tinggalnya tidak jauh dari kota Makkah. Di perkampungan Bani Sa’ad inilah Nabi Muhammad Saw diasuh dan dibesarkan. Alangkah berbahagianya Halimah mendapatkan bayi Muhammad. Penghidupannya berubah menjadi baik, semula binatang ternaknya kuruskurus, kehidupannya agak menderita, dia termasuk keluarga yang miskin dan perawakannya juga agak kurus, sesuai dengan keadaan ekonominya di waktu itu. Anak kandungnya sendiri, pada mulanya sering menangis karena kelaparan dan kekurangan air susu.
Dengan pertolongan Allah Swt. setelah Nabi Muhammad berada di sisinya, binatang ternaknya berkembang-biak, tanam-tanamannya subur, penghidupannya makmur, air susunya menjadi banyak sehingga anaknya tidak merasa kelaparan lagi dan Halimah pun menjadi gemuk dan sehat. Halimah telah mendapat rahmat dari Allah Swt. dengan sebab memelihara Nabi, Halimah sangat menyayangi Muhammad seperti menyayangi anaknya sendiri.
Pada mulanya Nabi Saw. akan tinggal dengan Halimah selama 2 tahun, kemudian dengan permintaan Halimah sendiri supaya Nabi diizinkan tinggal terus bersama dia, maka permintaan Halimah ini diperkenankan oleh Aminah (ibu Nabi) sehingga tinggallah Nabi dengan Halimah selama 4 tahun.
Nabi Muhammad Saw dalam asuhan Ibunya
Mula-mula menurut perjanjian Aminah (Ibu Nabi) yang bernama lengkap Aminah binti Wahab bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab dengan Halimah (yang mengasuh), Muhammad akan tinggal bersama Halimah selama 2 tahun saja, sesudah itu Halimah harus mengembalikan Muhammad kepada Aminah (ibu Nabi). Tetapi, rupanya setelah sampai masa perjanjian itu, Halimah masih belum sampai hati akan berpisah dengan Muhammad yang sangat disayanginya itu. Halimah menyayangi Muhammad seperti menyayangi anak kandungnya sendiri, apalagi keberkahan hidupnya selama memelihara anakyatim (Muhammad) itu, terasa olehnya rahmat yang diberikan Allah dalam kehidupannya selama itu.
Halimah berfikir dalam hatinya: “Muhammad mesti saya kembalikan kepada ibunya, dan ibunyapun terlalu menantikan pula kedatangan anaknya. Tetapi, saya akan mengajukan permohonan kepada Aminah, supaya anaknya itu diberikan lagi kepada saya, agar saya dapat mengasuhnya 2 tahun lagi.
Mudah-mudahan Aminah akan mengabulkan permintaan saya ini.”
Pendapatnya itupun dilaksanakanlah, dan diantarkannya Muhammad ke rumah Aminah dan diusulkannyalah supaya Aminah bermurah hati untuk melepaskan anaknya kembali dalam asuhannya sampai selama 2 tahun lagi.
Rupanya usul itu diterima baik oleh Aminah, maka kembalilah Muhammad dalam pemeliharaan dan asuhan Halimah. Alangkah suka-cita rasa hati Halimah di waktu itu bahwa Muhammad telah ada lagi di sampingnya.
Setelah sampai waktu yang 2 tahun itu, terpaksalah Halimah menyerahkan Muhammad kepada Aminah, walaupun hatinya masih berat juga berpisah dengan Muhammad. Beliau mengajukan usul lagi seperti dahulu, Halimah telah merasa malu terhadap Aminah, dan Halimah selaku seorang ibu dapat pula merasakan perasaan yang terkandung pada diri Aminah yang sudah tentu pula sangat merindukan anaknya untuk tinggal bersama. Semenjak itu tinggallah Muhammad bersama ibunya, Aminah.
Setahun kemudian, yaitu sesudah Muhammad berusia kira-kira 6 tahun beliau dibawa oleh ibunya ke Madinah bersama-sama dengan Ummu Aiman.
Maksud membawa Nabi ke Madinah ini, pertama untuk memperkenalkan ia kepada keluarga neneknya Bani Najjar, dan kedua untuk berziarah ke makam ayahnya, ‘Abdullah bin ‘Abdul Muttalib bin Hasyim bin ‘Abdi Manaf bin Qusaiy bin Kilab. Kemudian diperlihatkan kepadanya rumah tempat ayahnya ketika dirawat di waktu sakit sampai meninggal, dan pusara tempat ayahnya dimakamkan. Ayah Nabi meninggal dunia sedang beliau dalam kandungan Ibunya kira-kira 6 bulan dan ada yang berpendapat 3 bulan, umur Ayah beliau 18 tahun, dia tidak meninggalkan harta benda yang banyak yang akan diwarisi oleh puteranya, hanya beliau meninggalkan beberapa ekor unta saja. Mereka tinggal disana kira-kira 1 bulan. Ketika akan kembali ke Makkah dan baru sampai di kampung Abwa’, tiba-tiba Aminah jatuh sakit, sehingga meninggal dan dimakamkan di sana juga.
Bisa dibayangkan betapa sedih dan bingungnya Nabi Muhammad Saw. menghadapi musibah atas kematian ibundanya itu. Baru beberapa hari saja ia mendengar keluhan ibunya atas kematian ayahnya yang telah meninggalkannya sewaktu Nabi Muhammad Saw. masih dalam kandungan, sekarang ibunya telah meninggal pula di hadapan matanya sendiri. Akibatnya, dalam usia 6 tahun ia tinggal sebatang kara, menjadi seorang yatim-piatu, tiada berayah dan tiada beribu.
Setelah selesai pemakaman ibundanya, Nabi Muhammad Saw. segera meninggalkan kampung Abwa’ itu. Beliau kembali melanjutkan perjalanannya ke Makkah bersama-sama dengan Ummu Aiman. Dan sebagian sejarah mengatakan beliau kembali melanjutkan perjalanannya itu bersama Kakeknya, ‘Abdul Muttalib. Sejarah yang lainpun mengatakan bahwa beliau kembali melanjutkan perjalanannya bersama Suwaibah.
Jadi, Nabi tinggal bersama dalam asuhan ibunya hanya 2 tahun. Maka semenjak saat itu pemeliharaannya di serahkan kepada kakeknya ‘Abdul Muttalib.
Nabi Muhammad Saw. dalam asuhan Kakeknya
Ayah Nabi Muhammad Saw. bernama Abdullah. Ayah dari Abdullah bernama ‘Abdul Muttalib. Kakek Nabi Muhammad Saw. itu sangat sayang kepadanya. Ketika mendengar bahwa cucunya telah lahir, bukan main girangnya hatinya, dan diberinya nama “Muhammad” artinya orang yang dipuji.
Allah Swt. telah memberikan nama kepada Nabi Muhammad Saw. dengan nama “Ahmad” artinya orang yang lebih dipuji, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Shaff ayat 6, yang artinya:
”Ingatlah ketika berkata Nabi Isa anak Maryam: “Ya Bani Israil!
Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, membenarkan bagi apa yang antara hadapanmu dan aku memberi khabar suka dengan kedatangan seorang Rasul yang datang sesudahku nanti, yang bernama Ahmad. Maka, tatkala datang Nabi Muhammad Saw. membawa keterangan yang nyata, mereka berkata: ini adalah sihir yang nyata”
Maka, jelaslah nama Nabi Muhammad Saw. itu adalah dua buah, yaitu Muhammad, nama yang diberikan oleh kakeknya (‘Abdul Muttalib) dan Ahmad, nama yang datang dari Allah swt.
Dengan kasih sayang yang diberikan oleh kakeknya itu, Nabi Muhammad Saw. merasa terhibur dan dapat melupakan kemalangan nasibnya terhadap kematian ibunya. Keadaan ini tidak lama berjalan. Sebab, baru saja berselang 2 tahun ia merasa terhibur di bawah asuhan kakeknya, akan tetapi kakeknya yang baik hati itu meninggal pula dalam usia 80 tahun. Nabi Muhammad Saw. ketika itu baru berusia 8 tahun.
Meninggalnya ‘Abdul Muttalib itu, bukan saja merupakan kemalangan besar bagi Nabi Muhammad Saw., tetapi juga merupakan kemalangan bagi segenap penduduk Makkah. Akibat meninggalnya ‘Abdul Muttalib itu, penduduk Makkah kehilangan seorang pembesar dan pemimpin yang cerdas, bijaksana, berani dan perwira yang tidak gampang mencari gantinya.
Sesuai dengan wasiat ‘Abdul Muttalib maka Nabi Muhammad Saw. diasuh oleh pamannya Abu Talib. Kesungguhan dia mengasuh Nabi serta kasih sayang yang dicurahkannya ini, tidaklah kurang dari apa yang diberikan kepada anaknya sendiri.
Baca juga: Kisah Singkat Kelahiran Rasulullah Muhammad SAW dan Silsilahnya
Nabi Muhammad Saw. dalam asuhan pamannya
Di antara paman Nabi Muhammad Saw. Abu Talib termasuk salah seorang yang mempunyai anak banyak dan penghidupannya termasuk orang yang agak kurang mampu (miskin). Pada waktu kecil, Nabi Saw. suka menggembala kambing kepunyaan orang-orang Makkah, dengan mendapatkan upah. Dengan upah tersebut cukup bagi beliau untuk bisa hidup dengannya.
Pekerjaan sehari-hari Abu Talib adalah berniaga (berdagang). Kemana saja dia berjalan sering di ikuti oleh Nabi, bahkan di waktu Abu Talib pergi berdagang ke negeri Syam, maka Nabi diajak sertanya. Waktu itu Nabi berumur 12 tahun dan sebagian sejarah mengatakan 9 tahun. Sejak itulah Nabi Muhammad Saw.mulai belajar berdagang.
Abu Thalib mengasuh Nabi hingga menjadi dewasa. Dia pulalah yang melindungi jiwa Nabi Muhammad Saw., baik sewaktu masih kanak-kanak maupun setelah menjadi Rasul. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Saw. sangat sayang terhadap pamannya itu.
Abu Talib mengatakan bahwa ia tidak pernah berpisah dengan Nabi Muhammad Saw. dalam usia 8-25 tahun. Dikatakan juga, bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak pernah dusta dan tidak pernah melakukan perbuatan Jahiliyah. Pernah diajak Abu Talib untuk pergi mendatangi perayaan di hadapan berhala Hubal dengan menyembelih hewan.Nabi tidak bersedia dengan menjawab: “Tiap-tiap saya mendekati sebuah berhala, tampak kepada saya seorang laki-laki putih tinggi berteriak dengan mengatakan mundur Muhammad, jangan sentuh.”
Dengan demikian, tiap langkah yang dikerjakan oleh Nabi sejak kecilnya pasti benar. Karena senantiasa terjaga dan dibimbing oleh Allah Swt. Beliau benar-benar memiliki akhlak yang mulia sesuai dengan tugasnya, sebagaimana sabdanya, yang artinya:
”Sesungguhnya saya diutus ke dunia untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR.Baihaki)
0 Response to "Cerita Pengasuhan Nabi Muhammad SAW (Diasuh oleh Ibu, Kakek, dan Paman Muhammad SAW)"
Posting Komentar