Kemajuan dan Kemunduran Peradaban Bani Abbasiyah | Mulainya Berkuasa Bani Abbasiyah

Bani abbasiyah mulai berkuasa dari tahun 132 Masehi atau 656 Hijriah. Awal kebangkitan Dinasti Bani Abbasiyah ditandai dengan adanya gerakan- gerakan perlawanan untuk melawan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah di Andalusia (Spanyol) pada masa kekuasaan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Gerakan-gerakan perlawanan untuk melawan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah menemukan momentumnya ketika para tokoh di antaranya Muhammad bin Ali, salah seorang keluarga Abbas yang menjadikan kota Khufah sebagai pusat kegiatan perlawanan. Gerakan Muhammad bin Ali mendapat dukungan dari kelompok Mawali yang selalu ditempatkan sebagai masyarakat kelas dua. Selain itu, juga dukungan kuat dari kelompok Syi’ah yang menuntut hak mereka atas kekuasaan yang pernah dirampas oleh Dinasti Bani Umayyah.

Akhir kekuasaan Dinasti bani Umayyah pada tahun 132 H (750 M) dengan terbunuhnya Khalifah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad di Fustat, Mesir pada 132 H / 705 M dan dengan demikian berdirilah kekuasaan Dinasti Bani Abbas atau Khalifah Abbasiyah. Dinasti ini yang berkuasa selama lebih kurang enam abad (132 – 656 H/ 750-1258 M), didirikan oleh Abul Abbas As Saffah dibantu oleh Abu Muslim Al Khurasani, seorang jendral Muslim yang berasal dari Khurasan, Persia dan Abu Ja’far Al Manshur (754-775 M) yang banyak berjasa dalam membangun pemerintahan Dinasti Bani Abbas. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas paman Nabi Saw.


Kemajuan Peradaban Masa Dinasti Bani Abbasiyah

Selama beberapa dekade pasca berdirinya pada tahun 132H/750M, Dinasti Abbasiyah berhasil melakukan konsolidasi internal dan memperkuat kontrol atas wilayah-wilayah yang mereka kuasai. Era kepemimpinan Khalifah kedua, Abū Ja`far bin `Abdullāh bin Muhamad Al-Mansūr (137-158H/754-775M), menjadi titik yang cukup krusial dalam proses stabilisasi kekuasaan ini ketika ia mengambil dua langkah besar dalam sejarah kepemimpinannya. Yaitu; Pertama, menyingkirkan para musuh maupun bakal calon musuh serta menumpas sejumlah perlawanan lokal di beberapa wilayah kedaulatan Abbasiyah, Kedua, meninggalkan Al-Anbār dan membangun Baghdad sebagai ibukota baru, yang beberapa saat kemudian menjadi lokus aktivitas ekonomi, budaya dan keilmuan dunia Muslim saat itu.

Gerakan penerjemahan yang kemudian menjadi salah satu ’ikon’ kemajuan peradaban Dinasti Abbasiyah juga tidak lepas dari peranan Al-Mansūr sebagai Khalifah pertama yang mempelopori gerakan penerjemahan sejumlah buku- buku kuno warisan peradaban pra-Islam. Demikian dengan gerakan pembukuan (tasnīf) dan kodiikasi (tadwīn) ilmu tafsir, hadis, ikih, sastra serta sejarah mengalami perkembangan cukup signiikan di era Al-Mansūr pula. Konon, sebelum masa itu, para pelajar dan ulama dalam melakukan aktivitas keilmuan hanya menggunakan lembaran-lembaran yang belum tersusun rapi, sehingga tidak mengherankan jika Al-Qanūji secara tegas menyebut Al-Mansur sebagai Khalifah pertama yang memberikan perhatian besar terhadap ilmu-ilmu kuno pra-Islam, setelah sebelumnya terabaikan oleh para Khalifah Bani Umayyah.

a. Faktor Kemajuan Peradaban Dinasti Bani Abbasiyah
1) Faktor Politik
a) Pindahnya ibu kota negara dari al- Hasyimiyah ke Bagdad yang dilakukan oleh Khalifah al-Mansyur.
b) Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintah dan istana.
c) Diakuinya Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara pada masa al-Makmun pada tahun 827 M.

2) Faktor Sosiografi
a) Meningkatnya kemakmuran umat Islam
b) Luasnya wilayah kekuasaan Islam menyebabkan banyak orang Romawi dan Persia yang masuk Islam dan kemudian menjadi Muslim yang taat.
c) Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
d) Adanya gerakan penerjemahan buku ilsafat dan ilmu dari peradaban Yunani dalam Bait al-Hikmah sehingga menjelma sebagai pusat kegiatan intelektual.

b. Indikator Kemajuan Peradaban Dinasti Bani Abbasiyah
1) Perkembangan Ilmu Keagamaan
Di bidang ilmu-ilmu agama, era Abbasiyah mencatat dimulainya sistematisasi beberapa cabang keilmuan seperti Tafsir, Hadis dan Fiqh. Khususnya sejak tahun 143 H, para ulama mulai menyusun buku dalam bentuk yang sisitematis baik di bidang ilmu tafsir, hadis maupun fiqih.

Di antara ulama tersebut yang terkenal adalah adalah bin Jurayj (w. 150 H) yang menulis kumpulan hadis di Mekah, Mālik bin Anas (w. 171 H) yang menulis Al Muwatta’ nya di Madinah, Al-Awza`i di wilayah Syam, Ibnu Abi `Urūbah dan Hammād bin Salāmah di Basrah, Ma`mar di Yaman, Sufyān al- Tsauri di Kufah, Muhamad bin Ishāq (w. 151H) yang menulis buku sejarah (Al-Maghāzi), Al-Layts bin Sa’ad (w. 175H) serta Abū Hanīfah.

Pada masa ini ilmu tafsir menjadi ilmu mandiri yang terpisah dari ilmu Hadits. Buku tafsir lengkap dari al-Fātihah sampai al-Nās juga mulai disusun. Menurut catatan bin al-Nadīm yang pertama kali melakukan penyusunan tafsir lengkap tersebut adalah Yahya bin Ziyād al-Dailamy atau yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Farrā. Tapi luput dari catatan Ibnu al-Nadīm bahwa `Abd al-Razzāq bin Hammam al-San`āni (w.211 H) yang hidup sezaman dengan Al-Farrā juga telah menyusun sebuah kitab tafsir lengkap yang serupa.

Ilmu ikih pada zaman ini juga mencatat sejarah penting, di mana para tokoh yang disebut sebagai empat imam mazhab ikih hidup pada era tersebut, yaitu Abu Hanīfah (w.150 H), Mālik bin Anas (w.179H), Al-Syāi`i (w.204) dan Ahmad bin Hanbal (w. 241 H).

Tidak jauh berbeda dengan perkembangan yang dialami oleh ilmu Tafsir dan ilmu Fiqh, ilmu Hadits juga mengalami masa penting khususnya terkait dengan sejarah penulisan hadis-hadis Nabi yang memunculkan tokoh-tokoh yang telah disebutkan di atas seperti Ibnu Juraij, Mālik bin Anas, juga al Rabī` bin Sabīh (w. 160 H) dan Ibnu AlMubārak (w. 181 H).

Selanjutnya pada awal-awal abad ketiga, muncul kecenderungan baru penulisan hadis Nabi dalam bentuk musnad. Di antara tokoh yang menulis musnad antara lain Ahmad bin Hanbal, `Ubaidillah bin Mūsa al-`Absy al-Kūi, Musaddad bin Musarhad al-Basri, Asad bin Mūsā al-Amawi dan Nu`aym bin Hammād al-Khuzā`i.

Perkembangan penulisan hadis berikutnya, masih pada era Abbasiyah, yaitu mulai pada pertengahan abad ketiga, muncul trend baru yang bisa dikatakan sebagai generasi terbaik sejarah penulisan hadits, yaitu munculnya kecenderungan penulisan hadits yang didahului oleh tahapan penelitian dan pemisahan hadis-hadis sahih dari yang dhaif sebagaimana dilakukan oleh Al- Bukhari (w.256 H), Muslim (w.261 H), Ibnu Mājah (w.273 H), Abu Dāwud (w. 275 H), At-Tirmizi (w. 279 H), serta An-Nasā’i (w. 303 H).

Disiplin keilmuan lain yang juga mengalami perkembangan cukup signiikan pada era Abbasiyah adalah ilmu sejarah, yang awal penulisannya dilakukan oleh Ibnu Ishāq (w. 152) dan kemudian diringkas oleh Ibnu Hisyām (w. 218 H). Selanjutnya muncul pula Muhamad bin `Umar al-Wāqidi (w. 207 H) yang menulis buku berjudul At-Tārīkh al-Kabīr dan Al-Maghāzi. Buku yang pertama dinyatakan hilang, meski isinya masih direkam oleh sejarawan Ath-Thabari (838-923M). Sejarawan lain yang datang berikutnya adalah seperti Muhamad bin Sa’ad (w .230 H) dengan At-Tabaqāt al-Kubrā-nya serta Ahmad bin Yahya al-Balādzuri (w.279) yang menulis Futūh al-Buldān.


2) Perkembangan Peradaban dan Ilmu Pengetahuan
a) Bidang Sosial Budaya
Di antara kemajuan dalam bidang sosial budaya adalah terjadinya proses akulturasi dan asimilasi masyarakat. Seni arsitektur yang dipakai dalam pembangunan istana dan kota-kota, seperti pada istana Qashrul Dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara bangunan kota seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya.

Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada masa ini lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al-Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimmah. Sementara tokoh terkenal dalam bidang musik yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al Farabi dan lainlainnya.

b) Bidang Politik dan Militer
Pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang disebut Diwanul Jundi. Departemen ini yang mengatur semua yang berkaiatan dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan. Pembentukan lembaga ini didasari atas kenyataan politik militer bahwa pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banyak terjadi pemberontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

c) Bidang Ilmu Pengetahuan
Pada bidang ilsafat, melalui proses penerjemahan ilsafat Aristoteles dan Plato. Di antara ilosof yang terkenal pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah adalah AlKindi, Abu Nasr al-Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail, dan al-Ghazali. Ilmuwan Muslim dalam bidang kedokteran antara lain al-Hazen, ahli mata dengan karya optics dan Ibnu Sina dengan bukunya Qanun i Tibb. Ilmu kimia juga termasuk salah satu ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh kaum Muslimin di antara tokoh kimia yaitu: Jabir bin Hayyan. Dalam bidang ini ilmuwan yang terkenal sampai sekarang seperti al-Khawarizmi, al-Farqani dan al-Biruni. Al-Khawarizmi dengan bukunya al-Jabr dan al-Mukabala yang merupakan buku pertama sesungguhnya ilmu pasti yang sistematis. Dari bukunya inilah berasal istilah aljabar dan logaritma dalam matematika. Bahkan kemajuan ilmu matematika yang dicapai pada masa ini telah menyumbangkan pemakaian angka-angka Arab dalam matematika.

Dalam bidang sejarah, ulama yang terkenal antara lain Ibnu Ishaq, binu Hisyam, al-Waqidi, Ibnu Qutaibah, al-Thabari dan lain-lain. Dalam bidang ilmu bumi atau geograi ulama yang terkenal : al-Yakubi dengan karyanya al-Buldan, Ibnu Kharzabah dengan bukunya al-Mawalik wa al-Mawalik dan Hisyam al-Kalbi, yang terkenal pada abad ke-9 M, khususnya dalam studinya mengenai bidang kawasan Arab. Dalam bidang Astronomi, tokoh astronomi Islam pertama adalah Muhammad al-Fazari dan dikenal sebagai pembuat astrolob atau alat yang pergunakan untuk mempelajari ilmu perbintangan pertama di kalangan muslim. Selain al- Fazani, ahli astronomi yang bermunculan di antaranya adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi alFarghani al-Bathiani, al-Biruni, Abdurrahman as-Sui.

Baca juga: 10 Pemimpin yang Pernah Berkuasa Pada Dinasti Abbasiyah👈

Masa Kemunduran Peradaban Masa Dinasti Bani Abbasiyah

Disamping kelemahan pada pribadi para Khalifah Bani Abbasiyah, banyak faktor yang menyebabkan Khalifah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Persaingan Antar Bangsa
Daulah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyyah berdiri, Dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas.

Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu, bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab di dunia Islam.

Setelah Al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya telah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia pada periode ketiga dan selanjutnya beralih kepada dinasti Saljuk pada periode keempat.

b. Kemerosotan Ekonomi
Khalifah Abbasiyyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul Mal penuh dengan harta. Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan Negara menurun, sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan Negara itu disebabkan oleh semakin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan
diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para Khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam, dan para pejabat melakukan korupsi.

c. Konlik Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Konlik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konlik antara Muslim dan zindik atau Ahlussunnah dengan syi`ah saja, tetapi juga antar aliran dalam Islam. Mu`tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh golongan Salaf.

d. Ancaman dari luar
Apa yang disebutkan di atas adalah faktor-faktor internal. Di samping itu, ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan Khalifah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur. Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah disebutkan, orang-orang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di antara komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib itu.


3 Ibrah Perkembangan Islam Masa Dinasti Bani Abbasiyah

a. Zaman pemerintahan Abbasiyah yang pertama merupakan puncak keemasan dinasti ini. Secara politis, para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat tertinggi, kaum Muslimin mulai berhubungan dengan kebudayaan asing, seperti kebudayaan Persi, Hindu, dan Yunani. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan ilsafat.

b. Disamping itu Dinasti Abbasiyah (750-1208 M) juga merupakan dinasti yang menelur kan konsep-konsep keemasan Islam dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan. Zaman keemasan Islam yang ditandai dengan penguasaan ilmu pengetahuan diberbagai sektor telah membawa kemakmuran tersendiri pada masyarakat saat itu.

c. Kemajuan di segala bidang yang diperoleh bani Abbasiyah menempatkan bahwa Bani Abbasiyah lebih baik dari bani Umayah. Di samping itu, pada masa dinasti ini banyak terlahir tokoh-tokoh intelektual Muslim yang cukup berpengaruh sampai saat ini.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kemajuan dan Kemunduran Peradaban Bani Abbasiyah | Mulainya Berkuasa Bani Abbasiyah"

Posting Komentar