Contoh Sinopsis Novel 1
Pulang
Keadaan alam desa itu masih seperti alam yang dulu, saat ia tinggalkan tujuh tahun yang lalu.
Hal ini membuatnya terkenang pada peristiwa-peristiwa tujuh tahun yang silam.
Kini ia telah pulang. Tiada yang dapat menggelorakan hatinya selain pertemuan dengan keluarganya yang masih utuh. Mereka sangat bersyukur atas pertemuan ini. Tamin jadi teringat kepada teman-temannya yang ternyata telah gugur pada saat melawan NICA. Hal ini diceritakan ibunya dengan gaya yang lain. Ada perubahan pada dasar hati penduduk desa ini, yaitu tumbuhnya rasa nasionalisme. Kemudian, ganti giliran Tamin yang bercerita.
Tamin yang bekas serdadu itu berkemauan keras membenahi keadaan yang dirasakan tidak beres. Kandang sapi yang telah kosong hendak dibelikan sapi untuk mengerjakan sawah. Tapi ternyata mereka tidak punya sawah lagi. Sawahnya digunakan untuk menyelamatkan ayahnya dari maut, di saat situasi ekonomi yang sulit pada zaman perang. Dari tetangganya didengarnya pula tentang hal itu, tentang keadaan fisik ayahnya yang semakin buruk saja. Oleh karena itu, ia bertekad untuk menebus tanah itu lagi.
Ayahnya yang merasa bertanggung jawab terhadap anaknya juga menjelaskan tentang tanah itu. Tamin mengerti, memang, perang sangat kejam dan meminta segala korban sampai tanah itu.
Tamin mengerti, memang perang sangat kejam dan meminta segala korban sampai ia harus pergi.
Dan, bila perang usai, hanya satu yang diinginkannya, pulang. Hal itu kini telah dirasakan.
Malam itu mereka bertiga duduk berhadapan. Tamin menghitung uang yang dibawanya dari seberang, dan sebuah lipatan kain yang berisi kalung beruntaikan permata. Harta ini barangkali dapat dipakai untuk membeli sawahnya kembali. Esok harinya, pagi-pagi sekali, Tamin dan Sumi, adiknya pergi ke kota. Dibelikannya tiga ekor ayam dan pakaian untuk Sumi. Kalungnya telah dijual.
Akhirnya, sawah itu dapat dimilikinya lagi dari Pak Jais yang selama ini menanaminya. Keesokan harinya ayah Tamin pergi ke sawah yang telah lama hilang. Ia begitu bahagia. Anaknya telah pulang tidak hanya membawa tubuh jiwanya, tetapi juga tanah pusaka. Sejak hari itu Tamin bekerja keras di sawah dari pagi hingga petang. Pada malam hari Tamin masih sempat mengalunkan tembang Asmaradana. Suaranya yang amat halus punya kekuatan menggerakkan hati sanubari seluruh kampungnya. Tamin telah membuat ayahnya sangat bahagia.
Hari-hari Tamin penuh dengan kesibukan. Di sawah ia begitu gembira melihat sinar mata ayahnya yang bercahaya lagi. Ia nampak begitu sehat dan kuat. Tamin merasa lebih kaya lagi dalam hidupnya semenjak bertemu dengan Isah, yang merupakan sebagian dari hari-harinya yang menyenangkan.
Siang itu ia bertemu dengan Pak Banji yang periang di sawah. Ia diundang ke rumahnya dan disuruh datang ke pendopo desa untuk bermusyawarah. Dalam perjalanan pulang Tamin bertemu dengan Isah. Ia begitu bingung.
Sesampainya di rumah, ibunya menanyakan, kalau ada kisah-kisah dalam pengembaraannya yang mungkin belum diceritakan. Tamin menceritakan tentang perkawinannya dengan gadis seberang dan anaknya yang telah meninggal di sana. Ia tampak begitu sedih. Ibunya berkata, ia akan merestui
seandainya nanti Tamin memilih Isah sebagai istrinya.
Pada malam yang ditentukan Tamin datang juga ke pendopo kelurahan menghadiri musyawarah pemugaran makam Gamik dan Pardan. Ia berkumpul dengan para orang tua. Mereka saling menceritakan pengalaman masing-masing di medan perang dengan bangganya. Tiba saat giliran Tamin untuk bercerita.
Ia merasa bingung dan takut karena orang-orang semacam Gamiklah yang ia bunuh dalam pertempuran
sehingga ia harus membohongi orang-orang tersebut dengan cerita rekaannya. Setelah mereka pulang legalah hati Tamin. Tiada lagi yang memaksanya untuk bercerita.
Dalam perjalanan pulang ia mencoba menghafal apa yang telah diceritakannya tadi. Ia merasa takut karena sebenarnya ia adalah kaki tangan Belanda yang pernah mengejar laskar TNI. Ia benar-benar resah dan bingung.
Sampai di rumah pun ia tetap gelisah. Ia juga harus berdusta lagi kepada adiknya yang memaksanya untuk bercerita dan menembangkan lagu Asmaradana. Ia merasa terus melakukan dosa dan dosa.
Karena pikirannya yang kacau itu, ia jadi sakit. Seluruh tubuhnya demam. Sehabis menghadiri upacara peresmian makam ia semakin sedih. Ia merasa sunyi di dunia ini. Ia merasa dikerjar-kejar bayangan dosa, seakan-akan orang telah tahu akan hal yang sebenarnya.
Benar saja dugaan Tamin, bahwa suatu saat akan ada orang yang bertanya lagi tentang cerita khayalnya itu. Setiba di rumah tiba-tiba saja Sumi juga menanyakan cerita khayalnya itu. Ia melarang
Sumi menanyakan itu, tetapi Sumi malah tertawa. Dengan sewot, Tamin menampar muka adiknya dengan keras sampai tersungkur dan pingsan. Setelah kejadian itu ia pergi. Ia merasa seolah-olah seluruh desa tidak mengharapkan kepulangannya. Ayahnya yang merasa bertanggung jawab terhadap anaknya, juga menjelaskan tentang tanah itu.
Tamin melangkah pergi menuruti langkah kakinya. Tamin berjalan sehari penuh sampai akhirnya tiba
di sebuah bengawan. Lama ia berdiri di sana. Ia berpikir untuk menceburkan dirinya ke dalam bengawan yang dalam itu agar terhindar dari segala beban yang dipikulnya. Akan tetapi, tiba-tiba ia terkejut karena ada orang yang menepuk bahunya. Ketika orang itu mengajaknya bersama-sama ke laut, ia menurut saja.
Tamin menceritakan segala keluh kesahnya kepada tukang getek itu juga tentang asal desanya. Orang itu merasa salut mendengar nama desa itu. Ia juga menjelaskan kepada Tamin bahwa kebahagiaan bukanlah bila ada kesamaan dengan orang lain.
Empat bulan lamanya Tamin mengembara. Matanya cekung ke dalam dan tubuhnya kering. Ia hanya dapat mengenang apa yang telah berlalu. Tanpa sengaja, suatu pagi ia bertemu dengan Pak Banji yang membawa berita tentang kematian ayahnya. Pak Banji melarang Tamin menyesali hal ini karena kata Pak Banji sebenarnya kepulangannya hanya merupakan penundaan bagi kematian ayahnya. Tamin disuruh pulang. Semua merindukan suaranya yang menyejukkan hati dan menggetarkan seluruh desa. Maka, ketika matahari telah tinggi Tamin melangkah pulang untuk bersatu lagi dengan ibu dan adiknya.
Sebelum menemui ibu dan adiknya, terlebih dahulu ia menghadap makam ayahnya yang nampak masih sangat baru. Benar-benar rasa haru telah menggoncangkan hatinya. Ayahnya, yang sangat ia cintai, kini telah ditanam di tanah. Ia berjanji untuk ayahnya sebagai berikut: ia hendak memelihara sawah memperhatikan dan mencintai sawahnya dan ia akan mengalunkan lahu Asmaradana yang bermakna itu.
Contoh Sinopsis Novel 2
Pasangan Perseteruan
Manusia tidak dapat memilih dari orang tua mana ia dilahirkan. Manusia itu takdir orang tuanya. Begitu pula Edward tidak dapat mengelak dari ayahnya yang Indo, betapa pun ia membencinya. Anak dan ayah merupakan pasangan kembar, tidak dapat dipisahkan. Si anak mau memisahkan dirinya dari sang ayah, tetapi ia tak mampu. Sementara sang ayah mampu melepaskan ikatan itu, tetapi tidak mau melakukannya. Orang Indonesia menamakannya "buah si malakama", dimakan akan mati, tidak dimakan pun akan mati. Sebuah pilihan yang sulit.
Dunia Indo adalah dunia si malakama, sebuah pasangan kembar yang saling bertentangan. Seorang Indo, di luar kemauannya, terjebak dalam dunia yang saling bermusuhan. Seorang Indo-Belanda bukan orang Belanda, dan juga bukan orang Indonesia. Lalu ia berada di mana? Berdiri sebagai orang Belanda, ia akan dimusuhi orang Indonesia dan dicurigai sebagai orang Belanda. Berdiri sebagai orang Indonesia, ia akan dimusuhi oleh pihak Belanda dan dicurigai pihak Indonesia. Orang Indo-Belanda adalah "ikan tanpa salah" karena ia tak ingin dilahirkan sebagai catfish yang suka bersembunyi oleh suara apa pun.
Novel ini dimulai dengan kedatangan Edu (Eduard) putera kedua dari seorang ayah Indo-BelandaTionghoa yang tak pernah disebutkan namanya, ke sebuah rumah milik ayahnya itu yang menghilang meninggalkan keluarganya ke Indonesia. Di sanalah berada saudara-saudaranya. Atas perintah ibunya, rumah itu harus dikosongkan dari harta benda suaminya, untuk kemudian rumah dijual. Tugas ini berhasil dilaksanakan oleh Edu, putera kedua ini.
Manusia itu tidak dapat mengelak dari kebudayaan orang tuanya. Budaya orang tua Edu adalah budaya campuran, budaya Indo. Benar, ibunya Belanda asli, namun ayahnya seorang Indo-Belanda.
Bagi Edu dan saudara-saudaranya bukan masalah ke mana meraka akan berpijak. Jelas mereka orang Belanda. Cara berpikir mereka Belanda. Cara hidup mereka Belanda. Meskipun demikian, biologis mereka Indo. Hal itu akan menimbulkan persoalan budaya.
Persoalannya terletak pada keindoan sang ayah. Orang inilah yang labil. Ia terombang-ambing di antara dua dunia. Hidupnya penuh ketegangan akibat paradoks dalam dirinya. Malangnya sang ayah ini manusia yang lemah. Ia membiarkan dirinya terombang ambing dalam dua budaya yang saling bertentangan itu.
Ia tidak pernah memutuskan ketegasan sikapnya. Ia hidup di negeri Belanda, namun cara hidupnya tetap Indonesia. Pola pikirnya tetap dibawa ketika ia masih di Indonesia sebagai seorang perwira Belanda yang suka menginterogasi para pejuang Indonesia yang tertangkap. Badannya di Barat, jiwanya di Timur.
Hidup sang ayah penuh kontradiksi, ketegangan, dan ketidakjelasan batas. Ketegangan hidup seorang Indo yang lemah inilah yang diwujudkan dalam kompensasi tindakan-tindakan keras terhadap anak-anak dan isterinya. Ketiga anaknya, Joshua, Eduard, dan Ella, hidup di tengah ancaman dan ketakutan dari "diktator" ayahnya. Untungnya, anak-anak yang "tidak salah" ini tidak menjelma menjadi catfish yang pengecut dan suka menyembunyikan diri dalam tindakan-tindakan keji dan keras.
Sebuah kisah yang mendalam memasuki relung-relung batin seorang keturunan Indo. Tentu saja Edu dan kedua saudaranya tidak dapat memilih untuk tidak berayah Indo. Itulah kenyataan kodratinya.
Dan seperti kodrat manusia lain, hubungan antara ayah dan anak adalah hubungan kodrati. Hubungan yang tak dapat dielakkan. Hukumnya adalah moralitas.
Nilai / Pesan yang Terkandung dalam Novel
Berikut ini adalah contoh pengungkapan nilai/pesan berdasarkan alur,dialog tokoh, dan penjelasan pengarang.
1. Alur cerita : Seorang gadis yang miskin tetapi tekun belajar meskipun sambil berjualan. Berkat ketekunan dan kesabarannya dia berhasil mencapai prestasi gemilang.
Nilai yang Disampaikan Pengarang : Ketekunan dan kesabaran akan membuahkan keberhasilan.
2. Dialog tokoh dalam novel : “Kalau begini terus, rasanya aku ingin lari dari rumah saja”. Ruli berujar lirih. Dengan cepat Dandi menyahut, “Keluar dari rumah tidak akan menyelesaikan masalah, jangan membuat ibumu bingung”.
Nilai yang Disampaikan Pengarang : Minggat dari rumah bukan suatu penyelesaian, tetapi justru membuat orang tua bingung.
3. Penjelasan/ narasi pengarang : Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Demikian juga, apa yang dialami Rani adalah sebuah musibah yang harus dilalui dengan tabah.
Nilai yang Disampaikan Pengarang : Semua musibah harus dilalui dengan tabah.
0 Response to "2 Contoh Sinopsis Novel dan Pesan yang Terkandung dari Novel Tersebut"
Posting Komentar