Contoh Kutipan Novel berjudul "Dari Jendela SMP"

Contoh Kutipan Novel berjudul Dari Jendela SMP

Dari Jendela SMP
Joko membungkukkan badannya dalam–dalam. Melongok ke dalam laci. Dan menyumpah-nyumpah. Begitu banyak sampah di dalam sana, seakan–akan sampah seluruh Jakarta dibuang ke situ. Sialan. Ini pasti perbutan si Gino. Busuk bajingan itu. Busuk!
Dulu Gino malah pernah menaruh bangkai seekor tikus di dalam laci di bawah mejanya. Tidak sengaja benda lunak dan dingin itu terpegang oleh Joko ketika dia sedang membesihkan kelas mereka.
Terperanjat dia lekas-lekas dia menarik tangannya ke luar. Dan menghitung jarinya. Untung jumlahnya masih utuh. Binatang apa yang barusan dipegangnya? Astaga! Untung dia tidak menggigit!
Buru-buru Joko membungkuk. Melongok ke dalam laci.
Bersiap-siap untuk memukul binatang itu dengan sapunya…Dan matanya yang sudah melotot dengan gagangnya itu membentur…bangkai seekor tikus!
“Sialan geramnya sambil menendang bangku si Gino dengan gemasnya. Dia pasti sengaja menaruh bangkai tikus itu di sana.
Tidak mungkin sang tikus itu di sana. Tidak mungkin sang tikus sengaja mau mati di situ.
Teman-temanya memang senang mengolok–olokkan Joko.
Mentang-mentang dia cuma seorang anak babu. Sudah l tahun ibunya bekerja sebagai pembantu di sekolah ini. Dan untuk membantu ibunya, Joko membersihkan kelas setiap pagi. Satu jam sebelum pintu gerbang sekolah dibuka...
Waktu masih kecil dulu, Joko mau menjadi kacung. Tukang membersihkan kelas. Malu. Dia pernah menolak masuk sekolah, malu dikatai anak babu oleh teman-temannya.
Lalu Joko melihat ibunya harus bangun lebih pagi. Mengambil alih tugasnya. Memompa air. Membersihkan kelas. Membersihkan WC. Mengepel serambi sekolah. Dan Joko merasa terenyuh. Tidak sampai hati melihat ibunya bekerja seorang diri.
Ibu sudah cukup menderita. Sejak muda dia harus berjuang seorang diri menghidupi mereka berdua. Ayah Joko entah pergi kemana. Sampai sekarang Joko sendiri belum tahu di mana lakilaki itu berada. Dia belum pernah melihatnya. Dia malah tidak tahu, adakah seorang laki-laki yang pantas dipanggilnya Ayah.
Ibunya yang mencari makan untuk mereka. Dengan bekerja menjadi pembantu di sekolah ini. Begitu berat penderitaan Ibu sampai rambutnya sudah putih semua, padahal kulit mukanya masih kencang. Ibu tidak marah ketika Joko tidak mau membersihkan kelas, tetapi Ibu menangis ketika Joko menolak sekolah...
“Lihat tuh Joko” gerutu Pak Prapto kalau malam-malam kebetulan dia melihat Joko sedang belajar di bawah pelita. Joko dan ibunya tinggal di belakang sekolah. Rumah Pak Prapto dan pondok ibu Joko hanya dibatasi oleh sebidang kebun. “Anak babu” tetapi otaknya cerdas. Hampir tiap tahun jadi juara kelas. Padahal tiap hari dia bekerja keras. Makannya Cuma singkong! Tapi badannya begitu bagus. Tegap. Tidak loyo seperti anak-anakmu!
Barangkali karena setiap hari dia bekerja! Tidak cuma makan dan tidur saja!”
Meskipun di depan istrinya Pak Prapto selalu memuji Joko, di depan Joko sendiri dia tidak pernah bilang apa-apa. Tetapi meskipun demikian, Joko sangat mengaguminya. Dan diam-diam memuja Pak Prapto.
Itu sebabnya kalau tidak tepaksa, Joko tidak mau berkelahi di halaman sekolah. Ditunggunya saja sampai sekolah usai. Supaya Pak Prapto tidak marah. Dan Ibunya tidak usah dipanggil...
Ah, tidak sadar Joko jadi tersenyum sendiri. Dan senyumnya lenyap ketika ibu muncul.. “Buat apa berkelahi, Joko?”
Diangkatnya dagu Joko sampai muka anaknya menghadap ke arahnya. Dibersihkanya sisa darah di mulut dan hidung Joko dengan sehelai handuk basah. Lalu ditekanya handuk kemukanya,seolaholah dengan dinginnya handuk dia ingin mengompres muka anaknya yang babak belur. “Apa yang kau cari dengan berkelahi?
Apa yang kau dapat kalau sudah seperti ini? Tidak tahu diri! Kau anak pembantu. Anak orang tidak punya. Anak orang miskin!
Buat apa cari susah sama orang kaya?”
“Dia menghina saya” sahut Joko uring-uringan.
“Kau memang anak babu,” desis ibu menahan tangis.
“Kau harus membuktikan itu kelak, kalau kau sudah jadi orang! Punya titel, pangkat, kaya. Bukan dengan berkelahi!
Kau tidak membuktikan apa-apa dengan babak belur begini! coba lihat, hari ini kau tidak sekolah. Pelajaranmu pasti ketinggalan!”...
Dari jauh Joko sudah melihat teman-temannya berkerumun di depan papan pengumuman. Pasti ada pengumuman hasil ujian, pikir Joko sambil mempercepat langkahnya.
“Selamat, Jab” seru Titi sebelum Joko sempat mendekati papan itu. “Kamu lulus”
“Kita lulus semua?” Tanya Joko gembira.
Titi menggeleng,” Banyak juga yang gagal.”
“Kamu bagaimana?”
“Untung lulus.”
“Wulan?” tanya Joko tak sabar.
“Oh, dia sih pasti lulus”....
Seorang diri dengan kepala tertunduk dalam, Pak Prapto menelusuri lorong rumah sakit yang telah sepi. Dia tidak dapat melupakan cara Joko menatapnya. Tidak dapat melupakan katakatanya sesaat sebelum dibawa pergi tadi.
Dan tiba-tiba saja Pak Prapto merasa nyeri menikam dadanya. Di sini, di sebelah kiri. Tepat di atas jantungnya. Dia menebah dadanya dengan kesakitan. Sementara tangan lainnya menggapai-gapai udara mencari pegangan. Ketika tidak ditemukannya pegangan itu, tubuhnya jatuh merosot ke lantai.
Sumber: Dari Jendela SMP, karya Mira W.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Kutipan Novel berjudul "Dari Jendela SMP""

Posting Komentar