Kata hikayat, dari bahasa Arab, berarti cerita, kisah, atau dongeng. Hikayat umumnya berkisah tentang kehidupan di seputar istana (istana sentris). Ada yang khayali (Hikayat Si Miskin), ada yang relevan dengan sejarah (Hikayat Raja-raja Pasai), dan ada biografi (Hikayat Abdullah).
Salah satu hikayat yang mengisahkan cerita khayali adalah Hikayat Bahtiar. Hikayat ini berasal dari Persia Bahtiar Nameh atau Kisah Sepuluh Wazir. Hikayat Bahtiar termasuk cerita berbingkai. Di dalamnya terdapat beberapa cerita lain yang dikisahkan oleh salah seorang pelakunya. Berikut disajikan penggalan bingkainya.
Hatta maka berapa lamanya, dengan kodrat Allah subhanahu wa ta’ala, maka baginda pun hilanglah kembali ke rahmatullah. Arkian maka anakda baginda pun tinggalah dua bersaudara. Setelah demikian, maka mufakatlah segala menteri dan hulubalang dan orang kaya-kaya dan orang besar-besar menjadikan anakda baginda yang tuha itu raja, menggantikan ayahanda baginda.
Setelah sudah naik di atas tahta kerajaan dan berapa lamanya, maka berpikirlah saudaranya, katanya, “Jikalau kiranya saudaraku ini kubiarkan menjadi raja, bahwasanya aku ini tiadalah menjadi raja selama-lamanya. Maka baiklah aku menyuruh memanggil segala perdana menteri dan hulubalang dan orang besarbesar dan orang kaya-kaya sekaliannya.”
Setelah berhimpunlah segala menteri dan hulubalang, rakyat hina dina sekaliannya, maka baginda pun bertitah, “Hai segala menteri dan hulubalang dan orang besar-besar dan orang kaya-kaya dan tuan-tuan sekaliannya, pada bicaraku ini jikalau kakanda selama-lamanya menjadi raja di dalam negeri ini bahwa aku pun tiadalah menjadi raja selama-lamanya, melainkan marilah kita langgar dan kita keluarkan akan kakanda supaya negeri ini terserah kepadaku.”
Setelah sekalian menteri dan hulubalang dan punggawa dan orang besar-besar dan orang kaya-kaya dan rakyat sekaliannya itu mendengar titah yang demikian itu, maka mereka itu pun berdatang sembahlah, “Ya, Tuanku Syah Alam, adapun pada pendapat akal patik sekalian ini, meskipun paduka kakanda menjadi raja ini, serasa tuanku juga. Jika tuanku kabulkan sembah patik sekalian ini, maka baiklah tuanku mufakat dengan paduka kakanda supaya sempurna negeri tuanku, karena paduka kakanda itu pun sangat baik dan barang kelakukan dan pekerti paduka kakanda pun baik. Di dalam pada itu pun lebih maklum ke bawah duli tuanku Syah Alam juga.”
Setelah demikian sembah mereka sekalian itu, maka baginda pun berpikirlah di dalam hatinya katanya, “Benarlah seperti kata menteri sekalian ini dan siapatah lagi kudengar katanya?”
Setelah sudah berkata demikian di dalam hatinya maka baginda pun masuklah ke dalam istananya. Maka sekalian mereka itu pun masing-masing pulang ke rumahnya.
Hatta maka berapa lamanya, maka kedengaranlah kepada baginda tuha wartanya itu. Maka ia pun berpikirlah di dalam hatinya katanya, “Tiada berkenan rupanya saudaraku ini akan daku. Jikalau ia hendak jadi raja, masakan dilarangkan dia, niscaya akulah yang merajakan dia. Tetapi apatah akan daya aku ini karena aku tuha. Jikalau demikian, naiklah aku pergi membuangkan diriku barang ke mana membawa untungku ini.”
Setelah sudah ia berpikir demikian itu, seketika maka hari pun malamlah. Maka baginda pun sembahyanglah. Setelah sudah, maka ia pun lalulah masuk ke dalam tempat peraduan hampir isterinya, seraya bertitah kepada isterinya, “Hai, adinda, adapun akan hamba ini sangatlah bencinya saudara hamba akan hamba. Maka oleh karena itu, maka hamba hendak pergi membuangkan diri barang ke mana ditakdirkan Allah ta’ala. Maka tinggallah tuan hamba baik-baik memeliharakan diri tuan hamba.” Maka bercucuranlah air mata baginda.
Salah satu hikayat yang mengisahkan cerita khayali adalah Hikayat Bahtiar. Hikayat ini berasal dari Persia Bahtiar Nameh atau Kisah Sepuluh Wazir. Hikayat Bahtiar termasuk cerita berbingkai. Di dalamnya terdapat beberapa cerita lain yang dikisahkan oleh salah seorang pelakunya. Berikut disajikan penggalan bingkainya.
Hikayat Bahtiar
Ada seorang raja, terlalu besar kerajaannya daripada segala raja-raja. Syahdan maka baginda pun beranak dua orang laki-laki, terlalu amat baik parasnya, gilanggemilang dan sikapnya pun sederhana.Hatta maka berapa lamanya, dengan kodrat Allah subhanahu wa ta’ala, maka baginda pun hilanglah kembali ke rahmatullah. Arkian maka anakda baginda pun tinggalah dua bersaudara. Setelah demikian, maka mufakatlah segala menteri dan hulubalang dan orang kaya-kaya dan orang besar-besar menjadikan anakda baginda yang tuha itu raja, menggantikan ayahanda baginda.
Setelah sudah naik di atas tahta kerajaan dan berapa lamanya, maka berpikirlah saudaranya, katanya, “Jikalau kiranya saudaraku ini kubiarkan menjadi raja, bahwasanya aku ini tiadalah menjadi raja selama-lamanya. Maka baiklah aku menyuruh memanggil segala perdana menteri dan hulubalang dan orang besarbesar dan orang kaya-kaya sekaliannya.”
Setelah berhimpunlah segala menteri dan hulubalang, rakyat hina dina sekaliannya, maka baginda pun bertitah, “Hai segala menteri dan hulubalang dan orang besar-besar dan orang kaya-kaya dan tuan-tuan sekaliannya, pada bicaraku ini jikalau kakanda selama-lamanya menjadi raja di dalam negeri ini bahwa aku pun tiadalah menjadi raja selama-lamanya, melainkan marilah kita langgar dan kita keluarkan akan kakanda supaya negeri ini terserah kepadaku.”
Setelah sekalian menteri dan hulubalang dan punggawa dan orang besar-besar dan orang kaya-kaya dan rakyat sekaliannya itu mendengar titah yang demikian itu, maka mereka itu pun berdatang sembahlah, “Ya, Tuanku Syah Alam, adapun pada pendapat akal patik sekalian ini, meskipun paduka kakanda menjadi raja ini, serasa tuanku juga. Jika tuanku kabulkan sembah patik sekalian ini, maka baiklah tuanku mufakat dengan paduka kakanda supaya sempurna negeri tuanku, karena paduka kakanda itu pun sangat baik dan barang kelakukan dan pekerti paduka kakanda pun baik. Di dalam pada itu pun lebih maklum ke bawah duli tuanku Syah Alam juga.”
Setelah demikian sembah mereka sekalian itu, maka baginda pun berpikirlah di dalam hatinya katanya, “Benarlah seperti kata menteri sekalian ini dan siapatah lagi kudengar katanya?”
Setelah sudah berkata demikian di dalam hatinya maka baginda pun masuklah ke dalam istananya. Maka sekalian mereka itu pun masing-masing pulang ke rumahnya.
Hatta maka berapa lamanya, maka kedengaranlah kepada baginda tuha wartanya itu. Maka ia pun berpikirlah di dalam hatinya katanya, “Tiada berkenan rupanya saudaraku ini akan daku. Jikalau ia hendak jadi raja, masakan dilarangkan dia, niscaya akulah yang merajakan dia. Tetapi apatah akan daya aku ini karena aku tuha. Jikalau demikian, naiklah aku pergi membuangkan diriku barang ke mana membawa untungku ini.”
Setelah sudah ia berpikir demikian itu, seketika maka hari pun malamlah. Maka baginda pun sembahyanglah. Setelah sudah, maka ia pun lalulah masuk ke dalam tempat peraduan hampir isterinya, seraya bertitah kepada isterinya, “Hai, adinda, adapun akan hamba ini sangatlah bencinya saudara hamba akan hamba. Maka oleh karena itu, maka hamba hendak pergi membuangkan diri barang ke mana ditakdirkan Allah ta’ala. Maka tinggallah tuan hamba baik-baik memeliharakan diri tuan hamba.” Maka bercucuranlah air mata baginda.
M.G. Emeis, Bunga Rampai Melaju Kuno
Semoga contoh hikayatnya bermanfaat :)
0 Response to "Contoh Hikayat Yang Berjudul "Hikayat Bahtiar""
Posting Komentar