1. Pengendalian Diri (Mujahadah an-Nafs)
Pengendalian diri atau kontrol diri (Mujahadah an-Nafs) adalah menahan diri dari segala perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain, sepert sifat serakah atau tamak. Dalam literatur Islam, pengendalian diri dikenal dengan istlah as-saum, atau puasa. Puasa adalah salah satu sarana mengendalikan diri. Hal tersebut berdasarkan hadis Rasulullah saw. yang artinya: “Wahai golongan pemuda! Barang siapa dari antaramu mampu menikah, hendaklah dia nikah, yang demikian itu amat
menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah dia puasa, karena (puasa) itu menahan nafsu baginya.” (H.R. Bukhari)
Jadi, jelaslah bahwa pengendalian diri diperlukan oleh setap manusia agar dirinya terjaga dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt.
Hadis tentang pengendalian diri:
Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
artinya: “Orang yang perkasa bukanlah orang yang menang dalam perkelahian, tetapi orang yang perkasa adalah orang yang mengendalikan dirinya ketika marah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
2. Prasangka Baik (husnuzan)
Prasangka baik atau husnuzan berasal dari kata Arab, yaitu husnu yang artinya baik, dan zan yang artinya prasangka. Jadi, prasangka baik atau positive thinking dalam terminologi Islam dikenal dengan istlah husnuzan.
Istlah husnuzan adalah sikap orang yang selalu berpikir positf terhadap apa yang telah diperbuat oleh orang lain. Lawan dari sifat ini adalah buruk sangka (su’uzan), yaitu menyangka orang lain melakukan hal-hal buruk tanpa adanya bukti yang benar. Dalam ilmu akhlak, husnuzan dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu husnuzan kepada Allah Swt, husnuzan kepada diri sendiri, dan husnuzan kepada orang lain.
Prasangka baik adalah sifat yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang yang beriman. Sebaliknya, prasangka buruk adalah sifat yang harus dijauhi dan dihindari.
Hadis tentang berprasangka baik (husnuzan):
Rasulullah saw. bersabda:
artinya: “Jauhkanlah dirimu dari prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.” (H.R. Bukhari)
3. Persaudaraan (ukhuwwah)
Persaudaraan (ukhuwwah) dalam Islam dimaksudkan bukan sebatas hubungan kekerabatan karena faktor keturunan, tetapi yang dimaksud dengan persaudaraan dalam Islam adalah persaudaraan yang diikat oleh tali aqidah (sesama muslim) dan persaudaraan karena fungsi kemanusiaan (sesama manusia makhluk Allah Swt.). Kedua persaudaraan tersebut sangat jelas dicontohkan oleh Rasulullah saw., yaitu mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar, serta menjalin hubungan persaudaraan dengan suku-suku lain yang tidak seiman dan melakukan kerja sama dengan mereka.
Hadis tentang persaudaraan (ukhuwwah):
Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra. bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
artinya: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi, sepert satu tubuh. Apabila satu organ tubuh merasa sakit, akan menjalar kepada semua organ tubuh, yaitu tidak dapat tidur dan merasa demam.” (H.R. Muslim)
0 Response to "Hadis tentang Pengendalian Diri, Prasangka Baik, dan Persaudaraan"
Posting Komentar