Kisah Bebek Buruk Rupa
Hari itu hari yang indah di pedesaan. Padang rumput menghijau dengan rumput yang tinggi-tinggi. Di tepi padang rumput ada hutan yang ditumbuhi pohon-pohon tinggi. Di tengah hutan terdapat danau dengan air yang tampak hijau-kebiru-biruan. Di tempat yang sunyi senyap ini, di antara pepohonan, terlihat induk bebek yang sedang mengerami beberapa telur di sarangnya. Ia sudah lama berdiam di sarangnya. Ia sudah merasa lelah dan berharap telur-telurnya segera menetes.
Setelah berminggu-minggu mengeram, sebuah telur mulai pecah. “Cit,cit,” suara bayi bebek ketika ia mengeluarkan kepalanya dari dalam telur. Kemudian, telur lainnya mulai retak, diikuti telur-telur lainnya. Bayi-bayi bebek mencari jalan keluar dan mulai mencicit-cicit. Bayi bebek melihat-lihat alam di sekeliling sarang dan berkata, “Betapa besarnya dunia!”
“Cit,cit,” suara bayi bebek ketika menetas |
Induk bebek sangat senang melihat betapa cantik anak-anak yang baru ditetaskannya. Ia mulai bangkit dari sarangnya dan menunjukkan pada anakanaknya betapa indahnya dunia. Namun, baru saja ia bangun dari sarangnya, ia melihat ada sebuah telur yang sangat besar di dalam sarangnya yang masih belum menetas. Ia mulai merasa waswas, “Berapa lama lagi telur besar ini akan menetas?” Induk bebek tidak jadi meninggalkan sarangnya dan kembali mengerami telurnya agar tetap hangat sehingga cepat menetas.
Akhirnya, setelah beberapa minggu, telur besar itu mulai pecah. “Ciit, ciit,” kata bayi bebek terakhir. Ia mendorong dan berusaha keluar dari cangkang telurnya.
Induk bebek melihat bayi bebeknya dan berkata, “Betapa besar dan jeleknya bayiku ini. Dia tidak seperti saudara-saudaranya.”
Keesokan harinya induk bebek membawa anak-anaknya ke danau. Ia menceburkan diri ke danau, ke dalam air yang dingin dan jernih. Setelah itu, ia memanggil anak-anaknya untuk bergabung dengannya, “Kwek, kwek.”
Satu per satu anak-anaknya menceburkan diri ke danau, menyelam, dan kembali mengambang di permukaan air. Kaki-kaki mereka mengayuh dan mereka berenang mengelilingi danau di belakang induk mereka. Anak bebek yang besar dan kusam mengikuti barisan itu di bagian paling belakang. Induk bebek dan anak-anaknya berenang menuju daerah bebek, tempat beberapa keluarga bebek tinggal. Ketika melewatinya, mereka berkata, “Betapa harmonisnya keluargamu dan anak-anakmu sangat indah kecuali anakmu yang bertubuh besar itu sangat jelek.”
“Betapa besar dan jeleknya bayiku ini....” |
“Cit,cit,” suara bayi bebek ketika menetas.
Keesokan harinya induk bebek membawa anak-anaknya ke danau. Ia menceburkan diri ke danau, ke dalam air yang dingin dan jernih. Setelah itu, ia memanggil anak-anaknya untuk bergabung dengannya, “Kwek, kwek.”
Satu per satu anak-anaknya menceburkan diri ke danau, menyelam, dan kembali mengambang di permukaan air. Kaki-kaki mereka mengayuh dan mereka berenang mengelilingi danau di belakang induk mereka. Anak bebek yang besar dan kusam mengikuti barisan itu di bagian paling belakang.
Induk bebek dan anak-anaknya berenang menuju daerah bebek, tempat beberapa keluarga bebek tinggal. Ketika melewatinya, mereka berkata, “Betapa harmonisnya keluargamu dan anakanakmu sangat indah kecuali anakmu yang bertubuh besar itu sangat jelek.”
Bebek itu mulai berkwek-kwek dengan suara keras. “Betapa jeleknya anak bebek besar itu! Kami tidak dapat tinggal bersamanya.” Bebekbebek yang lebih besar mulai terbang dan mematuk leher dan kepala anak bebek itu.
“Tinggalkan dia. Dia tidak menyakiti siapa pun, “ kata induk bebek. Namun, tidak seekor bebek pun yang mau mendengarnya. Mereka terus mematuki bebek besar dan jelek itu. Mereka terus menyebut dan mengatakan betapa jeleknya dia.
...anakmu yang bertubuh besar itu sangat jelek.” |
Setiap hari keadaannya menjadi lebih buruk bagi si bebek buruk rupa. Ia diburu oleh bebek jantan, dipatuki oleh bebek betina, dan bahkan gadis kecil yang membawakan mereka makanan mengusirnya. Akhirnya, ia tidak kuat menghadapi perlakuan bebek-bebek tersebut. Ia tidak tahan mendengar ejekan mereka. Bahkan, saudarasaudaranya juga mengejeknya sebagai si bebek buruk rupa. Ia lalu kabur dan bersembunyi di balik tanaman di tepi kolam, tidak seekor bebek pun yang melihat betapa jeleknya dia. Di daerah rawa, ia bertemu beberapa bebek liar.
Mereka berkata, “Makhluk apaan kamu?
Kamu benar-benar jelek!” Setelah beberapa hari, ia memutuskan untuk pindah ke tempat lain. Di tepi hutan, bebek buruk rupa menemukan rumah tua. Seorang wanita tua tinggal di sana dengan kucingnya yang suka melengkungkan punggungnya dan ayam betinanya yang masih bertelur. Ketika perempuan tua itu melihat bebek besar, ia berkata, “Makhluk apakah kamu? Kamu sangat besar dan jelek!”
Si wanita tua membiarkan bebek besar itu tinggal di rumahnya selama tiga minggu untuk melihat apakah bebek itu akan menghasilkan telur. Bebek besar duduk di pojok yang gelap dan dingin di dalam rumah. Ia berpikir tentang udara yang segar dan sinar matahari yang hangat di danau. Tempat yang suram itu sangat muram sehingga bebek meninggalkan rumah itu dan pergi kembali ke danau.
Saat itu musim dingin dan air danau menjadi sangat dingin. Bebek buruk rupa berenang di danau dan memasukkan kepalanya ke dalam air yang dingin. Langit tiba-tiba menjadi gelap dan angin dingin bertiup. Salju dan hujan mulai turun dan menutupi danau tempat bebek berenang.
Bebek buruk rupa berenang dalam bentuk lingkaran agar air di sekitarnya tidak membeku. Ia menjadi sangat lelah sehingga tidak dapat berenang lagi.
Dengan cepat ia mulai membeku di dalam air, tidak dapat bergerak lagi. Seorang petani melihat bebek buruk rupa yang membeku itu. Ia menyingkirkan es dan membawa bebek buruk rupa itu ke rumahnya untuk dirawat agar sehat kembali.
Ketika istri petani melihat si bebek, ia berteriak dan melemparkan panci ke arahnya karena bebek itu besar dan jelek. Anak-anaknya memburu dan mengatakan betapa jeleknya dia.
Untungnya, pintu rumah terbuka sehingga si bebek buruk rupa terbang ke arah semak-semak dan menghangatkan diri di sana. Musim dingin ini merupakan musim dingin yang paling buruk bagi si bebek buruk rupa karena ia harus berusaha bertahan hidup di daerah rawa-rawa.
Suatu hari matahari mulai memancarkan sinarnya dan udara pun menjadi lebih hangat daripada kemarin. Rumput-rumput mulai menghijau. Musim semi menyelimuti danau dan rawa-rawa, tempat bebek bersembunyi selama musim dingin. Si bebek buruk rupa merasakan kehangatan sinar matahari dan ia mendengar burung-burung bernyanyi.
Ia memaksakan dirinya masuk ke dalam air danau yang hangat. Sekawanan burung berbulu indah terbang di atas rawa-rawa. Burungburung itu sangat memesona dengan leher yang panjang dan sayap yang lebar dan kuat. Dengan lemah gemulai, mereka terbang mengelilingi danau dan dengan anggunnya mereka mendarat di danau. Si bebek buruk rupa melihat burung-burung yang indah itu dan mengagumi leher mereka yang panjang dan bulu putihnya yang seperti salju. Si bebek ingin berenang menghampiri mereka, tetapi ia merasa takut. “Saya sangat jelek, tentu mereka tidak mau saya dekat dengan mereka.
Mereka akan mematuki saya dan menyebut saya jelek.”
Namun, entah bagaimana, ia ingin mendekati mereka sehingga ia berenang ke arah mereka. Ketika sedang berenang, si bebek melihat air di bawahnya dan ia pun melihat bayangan dirinya. Ia melihat bayangan dirinya di air yang jernih. Ia bukan lagi si bebek buruk rupa. Ia menjadi angsa putih yang indah.
Angsa indah yang besar berenang mengelilinginya. Mereka membelaibelai lehernya. Mereka sangat senang melihatnya. Beberapa anak di taman melihat angsa itu. Mereka berteriak,
“Ada angsa baru.” Mereka melemparkan remah roti ke arahnya dan berkata, “Angsa baru ini sangat indah, ia pun kuat dan tampan.”
Si angsa menggerakkan sayapnya dan menjulurkan lehernya yang ramping dan berkata, “Saya tidak pernah bermimpi mendapatkan kebahagiaan ketika saya menjadi bebek buruk rupa.”
(Sumber: The Values Book for Children)
0 Response to "Contoh Cerita : Kisah Bebek Buruk Rupa ~ Cerita tentang Hak Asasi Manusia"
Posting Komentar