Pengertian, Ukuran, Niat Zakat Fitrah

PENGERTIAN DAN DASAR HUKUMNYA
       Zakat fitrah atau dikenal dengan sebutan zakat badan, zakat ru’us atau shodaqoh fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan bagi setiap muslim yang mampu, sebab menemui sebagian bulan Romadlon dan bulan Syawal. Zakat fitrah khusus disyari’ahkan kepada ummat Nabi Muhammad, dan mulai diwajibkan pada dua hari menjelang hari ‘Idul fitri pada tahun kedua Hijriah.
       Mengeluarkan zakat fitrah hukumnya wajib bagi setiap orang yang telah menetapi syarat wajibnya. Dalam hadits riwayat Bukhori Muslim diriwayatkan :
“Dari Ibnu Umar RA .ia berkata, Rosululloh SAW mewajibkan zakat fitrah satu sho’ dari kurma atau satu sho’ dari gandum atas hamba/budak dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, yang kecil dan yang besar dari kaum muslimin. Dan Rosul memerintahkan supaya diberikan sebelum orang-orang keluar untuk sholat (Idul fitri)”

SYARAT WAJIB ZAKAT FITRAH
       Seseorang wajib mengeluarkan zakat fitrah,baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang-orang yang ditanggung nafkahnya,dengan syarat sebagai berikut:
1. Islam.
2. Merdeka (bukan budak/hamba sahaya)
3. Mempunyai makanan,harta atau nilai uang “yang lebih” dari yang diperlukan pada malam dan siangnya hari raya.
       Bagi orang yang tidak menetapi persyaratan diatas, tidak diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah.Sedangkan syarat wajib bagi orang yang dizakati adalah :
1. Islam.
2. Menemui waktu wajib mengeluarkan zakat fitrah,yaitu menemui sebagian bulan Romadlon dan bulan Syawal.

MEKANISME DAN KADAR UKURAN ZAKAT FITRAH
      Salah satu dari hikmah syari’ah zakat fitrah adalah berbagi kebahagiaan dengan orang-orang yang kurang mampu pada hari yang berbahagia (hari raya), dengan memberikan barang yang paling diperlukan dalam hidup, yaitu makanan.
       Oleh sebab itu, makanan yang digunakan sebagai zakat fitrah distandartkan dengan makanan yang paling dominan dalam masyarakat pada masa itu. Diantara syarat-syarat benda yang digunakan sebagai zakat fitrah adalah :
a. Berupa bahan makanan.
       Menurut Madzab Syafi’i, benda yang digunakan sebagai zakat fitrah harus berupa makanan (bukan uang) yang pada masa itu (tahun/hari raya) dijadikan sebagai makanan pokok oleh mayoritas orang dalam daerah tersebut. Apabila terdapat beberapa makanan pokok yang terlaku, maka boleh menggunakan salah satu dari jenis makanan tersebut. Dan diperbolehkan menggunakan jenis makanan yang paling banyak mengandung kadar kekuatan (paling mengenyangkan).
b. Sejenis (tidak campuran)
       Bahan makanan yang digunakan zakat fitrah harus sejenis, tidak campuran. Misalnya, jenis beras, jenis gandum, jenis jagung dan lain-lain. Oleh sebab itu, tidak boleh menggunakan makanan pokok campuran, seperti beras campur jagung, beras campur gandum dan lain-lain.
c. Dikeluarkan ditempat orang yang dizakati.
       Apabila tempat dan standart makanan pokok dari orang yang dizakati dan orang yang menzakati berbeda, maka jenis makanan pokok yang digunakan zakat dan tempat memberikannya disesuaikan dengan daerahnya orang yang dizakati.
Misalnya. Seorang ayah yang berada didaerah Kediri dengan makanan pokok beras, menzakati anaknya yang berada di Madura dengan makanan pokok jagung. Maka makanan pokok yang digunakan untuk zakat adalah jagung dan diberikan pada golongan penerima zakat di Madura.
d. Satu sho’ untuk setiap orang.
       Makanan pokok yang dikeluarkan sebagai zakat fitrah kadarnya adalah satu sho’. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Rasulullah. Satu sho’ tersebut kurang lebih 2.5 Kg, namun ada pula yang mengatakan bahwa satu sho’ sama dengan 2.75 Kg. namun agar lebih hati-hati kita mengambil pendapat ulama yang mengatakan  satu sho’ adalah 3 Kg. Apabila makanan/harta “yang lebih” jumlahnya kurang dari satu sho’, maka tetap wajib dikeluarkan sebagai zakat fitrah. Dan hukumnya tetap sah, walaupun kurang dari satu sho’. Sedangkan seseorang yang mempunyai kewajiban menzakat fitrahi satu keluarga, namun makanan/harta yang lebih hanya beberapa sho’ (tidak mencukupi untuk semua keluarga), maka metode pentasarufannya (pengeluaran zakatnya) adalah sesuai urutan berikut ini :
1. Atas nama dirinya sendiri /orang yang mengeluarkan zakat.
2. Atas nama anaknya yang masih kecil.
3. Atas nama ayahnya.
4. Atas nama ibunya.
5. Atas nama anaknya yang sudah besar dan dalam kondisi tidak mampu.
6. Atas nama budaknya.

WAKTU MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH
Orang yang menemui (masih hidup) disebagian bulan Romadlon dan bulan Syawal wajib mengeluarkan zakat fitrah (untuk dirinya sendiri) atau dizakat fitrahi oleh orang yang berkewajiban menanggung nafkahnya atau oleh orang lain dengan seidzin orang yang dizakati.
Waktu mengeluarkan / memberikan zakat fitrah terbagi menjadi 5, yaitu :
1. Waktu jawaz.
   Yaitu, mulai awal bulan Romadlon sampai awal bulan Syawal (waktu wajib). Artinya, zakat fitrah boleh diberikan sejak memasuki bulan Romadlon, bukan waktu sebelum Romadlon.
2. Waktu Wajib.
    Yaitu, sejak akhir Romadlon (menemui sebagian bulan Romadlon) sampai 1 Syawal (menemui sebagian bulan Syawal). Oleh sebab itu, orang. yang meninggal setelah Magribnya 1 Syawal wajib dizakati, sedangkan bayi yang lahir setelah Magribnya 1 Syawal tidak wajib dizakati.
3. Waktu sunnah.
   Yaitu, setelah fajar dan sebelum sholat hari raya Idul Fitri 1 Syawal.
4. Waktu Makruh.
   Yaitu, setelah sholat Idul Fitri sampai tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawal. Mengeluarkan zaakat fitrah setefah sholat hari raya hukumnya makruh, apabila tidak ada udzur. Oleh sebab itu, apabila pengakhiran tersebut karena ada udzur, seperti menanti kerabat atau orang yang lebih membutuhkan, maka hukumnya tidak makruh.
5. Waktu haram.
   Yaitu, setelah tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawal. Mengakhirkan zakat fitrah sehingga keluar dan 1 Syawal hukumnya haram apabila tanpa udzur. Jika pengakhiran tersebut karena udzur, seperti menunggu hartanya yang tidak ada ditempat, atau menunggu orang yang berhak menerima zakat, maka hukumnya tidak haram. Sedangkan status dari zakat fitrah yang dikeluarkan setelah 1 Syawal adalah qodlo’.

NIAT ZAKAT FITRAH
Zakat fitrah merupakan sebuah ibadah fardlu yang sudah barang tentu membutuhkan niat. Melihat fenomena zakat fitrah yang memungkinkan dilakukan oleh orang lain (yang menanggung nafkahnya atau yang mendapat idzin dari orang yang dizakati), maka pelaku niat dalam zakat fitrah ada 3 macam :
a. Zakat untuk dirinya sendiri.
    Apabila zakat fitrah atas nama dirinya sendiri (pelaku zakat), maka yang niat pelaku zakat itu sendiri.
b. Zakat untuk orang yang ditanggung fitrahnya.
    Apabila zakat atas nama orang lain, yang fitrahnya menjadi tanggungan dari pelaku zakat, maka yang melakukan niat adalah pelaku zakat tanpa harus mendapat idzin dari orang yang dizakati. Seperti, seorang suami/kepala rumah tangga mengeluarkan zakat atas nama istrinya, anaknya yang masih kecil, orang tua yang tidak mampu dan lain lain. Dan diperbolehkan, pelaku zakat memberikan makanan yang akan digunakan zakat kepada orang yang akan dizakati, agar melakukan niat sendiri. Dan seandainya “orang yang fitrahnya” menjadi tanggungan pelaku zakat mengeluarkan zakat fitrah atasnama dirinya sendiri dan dengan hartanya sendiri, maka hukumnya sah, walaupun tidak mendapat idzin dari pelaku zakat (penanggung fitrah). Seperti, seorang istri yang kaya mengeluarkan zakat untuk dirinya sendiri.
c. Zakat untuk orang yang tidak ditanggung fitrahnya.
    Apabila zakat atas nama orang lain, yang fitrahnya tidak menjadi tanggungan dari pelaku zakat, maka zakat dan niat dari pelaku zakat dihukumi sah apabila sudah mendapat idzin dari orang yang dizakati. Seperti, seorang pelaku zakat mengeluarkan zakat atas nama anaknya yang sudah dewasa (kecuali jika dalam kondisi cacat atau sedang belajar ilmu agama), saudara, anak buah atau orang lain yang fitrahnya tidak menjadi tanggungan pelaku zakat. Jika tidak mendapat idzin dari orang yang dizakati, maka zakat dan niat dari pelaku zakat hukumnya tidak sah, alias tidak bisa menggugurkan kewajiban fitrahnya orang yang dizakati. Oleh sebab itu, orang yang dizakati wajib mengeluarkan zakat fitrah­ sendiri.
Waktunya niat zakat fitrah boleh dilakukan pada saat memisahkan makanan pokok yang digunakan zakat, atau saat memberikan zakat pada orang yang berhak menerimanya, atau ­waktu antara memisahkan zakat dan memberikan zakat pada fakir miskin.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian, Ukuran, Niat Zakat Fitrah"

Posting Komentar