Riwayat dan Silsilah Sunan Ampel
Syekh Ibrahim Asmarakandi menikah dengan Dewi Candrawulan, puteri dari Raja Cempa, dikaruniai dua orang anak yaitu Sayyid Ali Murtadlo dan Sayyid Ali Rahmatullah. Sayyid Ali Rahmatullah dilahirkan tahun 1401 Masehi di Cempa. Para ahli kesulitan untuk menentukan Cempa disini, sebab belum ada pernyataan tertulis maupun prasasti yang menunjukkan Cempa di Malaka atau kerajaan Jawa. Ada yang menyebut bahwa Cempa adalah sebutan lain dari Jeumpa dalam bahasa Aceh, oleh karena itu Cempa berada dalam wilayah kerajaan Aceh.Sebutan sunan merupakan gelar kewaliannya, dan nama Ampel atau Ampel Denta itu dinisbatkan kepada tempat tinggalnya, sebuah tempat dekat Surabaya. Sunan Ampel merupakan salah seorang anggota Walisongo yang sangat besar jasanya dalam perkembangan Islam di Pulau Jawa. Sunan Ampel adalah bapak para wali. Dari tangannya lahir para pendakwah Islam kelas satu di bumi tanah Jawa.
Kepribadian Sunan Ampel
Berdakwah adalah tugas setiap muslim sesuai sabda Nabi Muhammad Saw.,“Ballighu ‘anni walau ayatan! (sampaikan apa yang bersumber dariku walalupun satu ayat). Itu sebabnya, tidak peduli apakah seorang muslim berkedudukan sebagai pedagang, tukang, petani, nelayan, pejabat, atau raja sekalipun memiliki kewajiban utama untuk menyampaikan kebanran Islam kepada siapa saja dan di mana saja.
Raden Rahmat yang dikenal dengan gelar Sunan Ampel diketahui sebagai tokoh yang menjalankan amanat agama itu dengan sangat baik melalui prinsip dakwah maw’izhatul hasanah wa mujadalah billati hiya ahsan (berdakwah dengan pelajaran yang baik dan berbantahan/berdiskusi dengan cara yang baik).
Perjuangan Sunan Ampel dalam berdakwah
Kerajaan Majapahit sesudah ditinggal Mahapatih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk mengalami kemunduran drastis. Kerajaan terpecah belah karena terjadinya perang saudara. Dan para adipati banyak yang tidak loyal dengan keturunan Prabu Hayam Wuruk yaitu Prabu Brawijaya Kertabumi.Pajak dan upeti kerajaan tidak ada yang sampai ke istana Majapahit. Lebih sering dinikmati oleh para adipati itu sendiri. Hal ini membuat sang Prabu bersedih hati. Lebih-lebih lagi dengan adanya kebiasaan buruk kaum bangsawan dan para pangeran yang suka berpesta pora dan main judi serta mabuk-mabukan. Prabu Brawijaya sadar betul bila kebiasaan semacam ini diteruskan negara/kerajaan akan menjadi lemah dan jika kerajaan sudah kehilangan kekuasaan betapa mudahnya bagi musuh untuk menghancurkan Majapahit.
Ratu Dwarawati (adik dari ibu Sayyid Ali Rahmatullah, Dewi Candrawulan), yaitu isteri Prabu Brawijaya mengetahui kerisauan hati suaminya. Dengan memberanikan diri dia mengajukan pendapat kepada suaminya. Saya mempunyai seorang keponakan yang ahli mendidik dalam hal mengatasi kemerosotan budi pekerti, kata Ratu Dwarawati. Yaitu Sayyid Ali Rahmatullah, putera dari kanda Dewi Candrawulan di negeri Cempa. Prabu Brawijaya pun menyetujuinya.
a. Sunan Ampel Ke tanah Jawa
Keberangkatan Sayyid Ali Rahmatullah ke tanah Jawa tidak sendirian. Ia ditemani oleh ayah dan kakaknya. Sebagaimana disebutkan di atas, ayah Sayyid Ali Rahmatullah adalah Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi dan kakaknya bernama Sayyid Ali Murtadho. Diduga tidak langsung ke Majapahit, melainkan terlebih dahulu ke Tuban. Di Tuban tepatnya di desa Gesikharjo, Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi jatuh sakit dan meninggal dunia, beliau dimakamkan di desa tersebut yang masih termasuk kecamatan Palang Kabupaten Tuban.
Sayyid Murtadho kemudian meneruskan perjalanan, beliau berdakwah keliling daerah Nusa Tenggara, Madura dan sampai ke Bima. Disana beliau mendapat sebutan raja Pandita Bima, dan akhirnya berdakwah di Gresik mendapat sebutan Raden Santri, beliau wafat dan dimakamkan di Gresik. Sayyid Ali Rahmatullah meneruskan perjalanan ke Majapahit menghadap Prabu Brawijaya sesuai permintaan Ratu Dwarawati.
Setelah Prabu Brawijaya mengutarakan maksudnya, ternyata dengan senang hati Sayyid Ali Rahmatullah bersedia untuk memberikan pelajaran atau mendidik kaum bangsawan dan rakyat Majapahit agar mempunyai budi pekerti mulia. Saking gembiranya, Prabu Brawijaya menghadiahkan sebidang tanah berikut bangunannya di Surabaya.
b. Menuju Ampeldenta
Selanjutnya, pada hari yang telah ditentukan berangkatlah rombongan Raden Rahmat ke sebuah daerah di Surabaya yang kemudian disebut dengan Ampeldenta.
Setelah sampai ditempat tujuan, pertama kali yang dilakukannya adalah membangun mesjid sebagai pusat kegiatan ibadah. Ini meneladani apa yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. saat pertama kali sampai di Madinah.
Dan karena menetap di desa Ampeldenta, menjadi penguasa daerah tersebut maka kemudian beliau dikenal sebagai Sunan Ampel. Sunan berasal dari kata Susuhunan yang artinya yang dijunjung tinggi atau panutan masyarakat setempat. Ada juga yang mengatakan Sunan berasal dari kata Suhu Nan artinya Guru Besar atau orang yang berilmu tinggi.
Selanjutnya beliau mendirikan pesantren tempat mendidik putra bangsawan dan pangeran Majapahit serta siapa saja yang mau datang berguru kepada beliau.
c. Ajaran Sunan Ampel yang terkenal
Hasil didikan mereka yang terkenal adalah falsafah Moh Limo atau tidak mau melakukan lima hal tercela yaitu :
- Moh Main atau tidak mau berjudi
- Moh Ngombe atau tidak mau minum arak atau bermabuk-mabukan
- Moh Maling atau tidak mau mencuri
- Moh Madat atau tidak mau mengisap candu, ganja dan lain-lain.
- Moh Madon atau tidak mau berzinah/main perempuan yang bukan isterinya.
Prabu Brawijaya sangat senang atas hasil didikan Raden Rahmat. Raja menganggap agama Islam itu adalah ajaran budi pekerti yang mulia, maka ketika Raden Rahmat kemudian mengumumkan ajarannya adalah agama Islam maka Prabu Brawijaya tidak marah, hanya saja ketika dia diajak untuk memeluk agama Islam ia tidak mau. Ia ingin menjadi raja Hindhu yang terakhir di Majapahit.
Raden Rahmat diperbolehkan menyiarkan agama Islam di wilayah Surabaya bahkan diseluruh wilayah Majapahit, dengan catatan bahwa rakyat tidak boleh dipaksa, Raden Rahmat pun memberi penjelasan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.
d. Sesepuh Wali Songo
Setelah Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat, maka Sunan Ampel diangkat sebagai sesepuh Wali Songo, sebagai Mufti atau pemimpin agama Islam se-Tanah Jawa. Beberapa murid dan putera Sunan Ampel sendiri menjadi anggota Wali Songo, mereka adalah Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kota atau Raden Patah, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati.
Raden Patah atau Sunan Kota memang pernah menjadi anggota Walisongo menggantikan kedudukan salah seorang wali yang meninggal dunia. Dengan diangkatnya Sunan Ampel sebagai sesepuh maka para wali lain tunduk patuh kepada kata-katanya. Termasuk fatwa beliau dalam memutuskan peperangan dengan pihak Majapahit.
Sunan Ampel juga turut membantu mendirikan Mesjid Agung Demak yang didirikan pada tahun 1447 M. Salah satu diantara empat tiang utama mesjid Demak hingga sekarang masih diberi nama sesuai dengan yang membuatnya yaitu Sunan Ampel.
Beliau pula yang pertama kali menciptakan huruf pegon atau tulisan arab berbunyi bahasa Jawa. Dengan huruf pegon ini beliau dapat menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya. Hingga sekarang huruf pegon tetap dipakai sebagai bahan pelajaran agama Islam dikalangan pesantren.
e. Penyelamat Aqidah
Sikap Sunan Ampel terhadap adat istiadat lama sangat hati-hati, hal ini didukung oleh Sunan Giri dan Sunan Drajat. Seperti yang pernah tersebut dalam permusyawaratan para wali di mesjid Agung Demak. Pada waktu itu Sunan Kalijaga Mengusulkan agar adat istiadat Jawa seperti selamatan, bersaji, kesenian wayang dan gamelan dimasuki rasa keislaman. Mendengar pendapat Sunan Kalijaga
tersebut bertanya Sunan Ampel.
"Apakah tidak mengkhawatirkan dikemudian hari bahwa adat istiadat dan upacara lama itu nanti dianggap sebagai ajaran yang berasal dari agama Islam, jika hal ini dibiarkan nantinya akan menjadi bid'ah?"
Dalam musyawarah itu Sunan Kudus menjawab pertanyaan Sunan Ampel,
"Saya setuju dengan pendapat Sunan Kalijaga, bahwa adat istiadat lama yang masih bisa diarahkan kepada ajaran Tauhid kita akan memberinya warna Islami. Sedang adat dan kepercayaan lama yang jelas-jelas menjurus kearah kemusyrikan kita tinggal sama sekali. Sebagai misal, gamelan dan wayang kulit kita bisa memberinya warna Islam sesuai dengan selera masyarakat. Adapun tentang kekhawatiran kanjeng Sunan Ampel, saya mempunyai keyakinan bahwa dibelakang hari akan ada orang yang menyempurnakannya.
Adanya dua pendapat yang seakan bertentangan tersebut sebenarnya mengandung hikmah. Pendapat Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus ada benarnya yaitu agar agama Islam cepat diterima oleh orang Jawa, dan hal ini terbukti, dikarekan dua wali tersebut pandai mengawinkan adat istiadat lama yang dapat ditolerir Islam maka penduduk jawa banyak yang berbondong-bondong masuk agama Islam. Sebaliknya, adanya pendapat Sunan Ampel yang menginginkan Islam harus disiarkan dengan murni dan konsekuen juga mengandung hikmah kebenaran yang hakiki, sehingga membuat umat semakin berhati-hati menjalankan syariat agama Islam.
Sunan Ampel wafat pada tahun 1479 M, beliau dimakamkan di sebelah
Barat Masjid Ampel. Makam beliau dijadikan pusat peziarahan umat Islam di
seluruh Nusantara.
Contoh Nilai Positif Sikap Sunan Ampel
Nilai positif yang dapat kita petik dari Sunan Ampel adalah:
- Selalu siap membantu kepada siapapun, hal ini tercermin saat Sunan Ampel langsung menyetujui permintaan Sang Prabu Brawijaya untuk memperbaiki akhlak rakyat Majapahit.
- Mengedepankan membangun nilai ibadah, terbukti beliau langsung membangun Masjid di Desa Kembang Kuning.
- Penuh perhitungan, seperti halnya saat menghadapi desakan para wali muda untuk menyerang Majapahit, namun beliau menolaknya.
- Menyebarkan ajaran Islam dengan cara halus tanpa mengaϐirkan atau menyalahkan adat dan kebiasaan masyarakat yang ada. (doc: bse)
0 Response to "Silsilah Sunan Ampel | Kepribadian dan Perjuangan Sunan Ampel dalam Berdakwah"
Posting Komentar