Riwayat & Silsilah Sunan Kudus, Kepribadian dan Perjuangan Sunan Kudus dalam Berdakwah

Riwayat dan Silsilah Sunan Kudus

Nama Ja'far Shadiq diambil dari nama datuknya yang bernama Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib yang beristerikan Fatimah az-Zahra binti Muhammad. Sunan Kudus sejatinya bukanlah asli penduduk Kudus, ia berasal dan lahir di al-Quds negara Palestina. Kemudian bersama kakek, ayah dan kerabatnya berhijrah ke Tanah Jawa.

Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali' Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja'far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al- Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw.

Kepribadian Sunan Kudus

Meskipun beliau bernama Sunan Kudus, namun sebenarnya bukan asli dari Kudus. Beliau pendatang dari daerah Jipang Ponolan yang merupakan daerah di sebelah utara Blora. Di sana, ia dilahirkan dan diberi nama Ja'far Shodiq.

Ja'far Shodiq tidak merasa asing ketika bertanggung jawab sebagai Senopati. Karena saat beliau masih remaja, beliau tidak hanya mempelajari ilmu agama, namun juga ilmu-ilmu yang lain, seperti ilmu kemasyarakatan, politik, budaya, seni dan perdagangan. Selain kepada ayahnya, ia juga pernah menimba ilmu kepada Sunan Ampel dan Kiai Telingsing. Sebenarnya nama asli dari Kiai Telingsing adalah Tai Link Tsing, ia berasal dari China. Ketika itu China sudah dikenal sebagai Negara yang maju. Bahkan, negara China sudah maju sejak dulu.

Pada kenyataannya, Ja'far Shodiq sebagai senopati kerajaan Demak Bintoro, mampu membuktikan kehebatannya yang tak kalah dengan kepiawaian ayahnya di medan perang. Ia berhasil mengembangkan wilayah kerajaan Demak ke arah timur hingga mencapai Madura, dan arah barat hingga Cirebon. Kemudian sukses ini memunculkan cerita kesaktiannya. Misalnya, sebelum perang, Ja'far shodiq diberi badong, semacam rompi, oleh Sunan Gunung Jati. Badong itu dibawahnya berkeliling arena perang.

Dari badong sakti itu, keluarlah jutaan tikus yang juga sakti. Kalau dipukul maka tikus itu tidak mati, namun mereka semakin mengamuk sejadi-jadinya. Pasukan Majapahit ketakutan sehingga mereka lari tunggang langgang. Ja'far Shodiq juga mempunyai sebuah peti, yang bisa mengeluarkan jutaan tawon. Banyak prajurit Majapahit yang tewas disengat tawon itu. Pada akhirnya, pemimpin pasukan majapahit, yaitu adipati Terung menyerah pada pasukan Ja'far Shodiq.

Kesuksesannya mengalahkan Majaphit membuat posisi Ja'far Shodiq semakin kuat. Kemudian ia meninggalkan Demak karena ingin hidup merdeka dan membaktikan seluruh hidupnya untuk kepentingan agama Islam. Lalu, ia pergi menuju ke Kudus. Namun, kedatangannya di Kudus tidak jelas. Ketika ia menginjakkan kaki di Kudus, kota itu masih bernama Tajug, konon orang yang mula-mula mengembangkan Islam di kota Tajug sebelum Ja'far Shodiq adalah Kiai Telingsing. Cerita ini menunjukkan bahwa kota itu sudah berkembang sebelum kedatangannya.

Awalnya, Ja'far Shodiq hidup di tengah jamaah dalam kelompok kecil di Tajug. Jamaah itu merupakan para santri yang dibawanya dari Demak. Sebenarnya mereka adalah tentara yang ikut bersama Ja'far Shodiq memerangi Majapahit. Setelah jamaahnya semakin banyak ia kemudian membangun masjid sebagai tempat ibadah dan pusat penyebaran agama Islam. Tempat ibadah yang diyakini dibangun oleh Ja'far Shodiq adalah masjid Menara Kudus yang masih berdiri hingga kini. Masjid ini didirikan pada 956 H yang bertepatan dengan 1549 M.

masjid Menara Kudus

Adapun mengenai asal usul nama Kudus bahwa Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil menuntut ilmu di tanah Arab, kemudia ia juga mengajar di sana. Konon, masyarakat arab waktu itu terjangkit suatu wabah penyakit yang membahayakan. Dan, penyakit itu mereda berkat jasa Sunan Kudus. Karena itu, seorang pejabat setempat berkenan untuk memberikan sebuah hadiah kepadanya. Tetapi ia menolaknya dan hanya meminta sebuah batu sebagai kenang-kenangan. Menurut suatu cerita, batu tersebut berasal dari kota Baitul Maqdis atau Jerussalem. Maka, untuk memperingati kota tempat Ja'far Shodiq hidup dan tinggal, kemudian ia memberinya nama Kudus. Kota Tajug pun mendapat nama baru, yakni Quds, yang kemudian berubah menjadi Kudus. Kemudian pada akhirnya Ja'far Shodiq sendiri dikenal dengan sebutan Sunan Kudus.

Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Kudus mengikuti gaya Sunan Kalijaga, yakni menggunakan model Dztutwuri handayanidz. Artinya, Sunan Kudus tidak melakukan perlawanan keras, melainkan mengarahkan masyarakat. Sebab, ia memang banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Cara berdakwah Sunan Kudus pun yang meniru cara yang dilakukan Sunan Kalijaga, yaitu menoleransi budaya setempat, bahkan cara penyampaiannya lebih halus. Itu sebabnya para wali menunjuk dirinya untuk berdakwah di kota Kudus.

Mengapa Sunan Kudus memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana dakwah?
- Karena itu merupakan cara halus untuk menarik umat agama lain untuk masuk islam dan tidak menimbulkan perpecahan antar masyarakat.

Perjuangan Sunan Kudus dalam berdakwah

Ketika itu, masyarakat Kudus masih banyak yang menganut agama Hindu. Maka, Sunan Kudus berusaha memadukan kebiasaan agam Hindhu ke dalam syariat Islam secara halus. Misalnya, ia justru menyembelih Kerbau bukan Sapi ketika Hari Raya Idul Qurban. Itu merupakan dari penghormatan Sunan Kudus kepada para pengikut Hindu.

Sebab, ajaran agama Hindu memerintahkan untuk menghormati Sapi. Setelah berhasil menarik umat Hindu memeluk agama Islam, Sunan Kudus bermaksud menjaring umat Budha untuk memeluk Islam juga. Ia memiliki cara yang cukup unik untuk menarik perhatian mereka. Setelah Sunan Kudus mendirikan masjid, ia membuat padasan (tempat berwudhu), dengan pancuran berjumlah delapan. Masing-masing pancuran diberi arca di atasnya.

Setelah Sunan Kudus mendirikan masjid ia membuat Padasan dengan pancuran berjumlah 8.

Mengapa Sunan Kudus melakukan ini? Ternyata, Sunan Kudus ingin menarik simpati umat Buddha karena dalam ajaran Budha terdapat delapan ajaran yang dinamakan asta sanghika marga. Isi ajaran tersebut adalah seseorang harus memiliki pengetahuan yang benar, mengambil keputusan yang benar, berkata yang benar, bertindak atau berbuat yang benar, hidup dengan cara yang benar, bekerja dengan benar, beribadah dengan benar dan menghayati agama dengan benar.

Akhirnya, usaha itu pun membuahkan hasil, sehingga banyak orang yang bergama Budha berbondong-bondong memeluk Islam. Demikian pula dalam hal adat istiadat, ia tidak langsung menentang masyarakat yang melenceng dari ajaran Islam secara keras. Sebagai contoh, masyarakat sering menabur bunga di perempatan jalan, mengirim sesajen di kuburan dan adat lain yang melenceng dari ajaran Islam. Sunan Kudus tidak langsung menentang adat itu, tetapi ia mengarahkannnya sesuai ajaran Islam dengan pelan-pelan. Misalnya, Sunan Kudus mengarahkan agar sesajen yang berupa makanan diberikan kepada orang yang kelaparan. Ia juga mengajarkan bahwa meminta permohonan bukan kepada ruh, tetapi kepada Allah Swt.

Dengan cara yang simpatik tersebut membuat para penganut agama lain bersedia mendengarkan ceramah agama Islam dari Sunan Kudus. Surat Al Baqarah yang dalam bahasa arab berarti sapi, sering dibacakan oleh Sunan Kudus untuk lebih memikat pendengar yang beragama Hindu. Bahkan membangun Masjid Kudus dengan tidak meninggalkan unsur aristektur Hindu. Sebab, bentuk menaranya tetap menyisakan arsitektur gaya Hindu. Di antara bekas peninggalan Sunan Kudus adalah Masjid Raya Kudus yang kemudian dikenal dengan sebutan Menara Kudus. Di halaman masjid tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah.

Kebiasaan unik Sunan Kudus dalam berdakwah, yakni ia selalu mengadakan acara Bedug Dandangan. Acara ini merupakan kegiatan menunggu kedatangan Bulan Ramadhan. Ia menabuh beduk bertalu-talu untuk mengundang para jamaah ke masjid. Ia pun mengumumkan hari pertama puasa setelah jamaah berkumpul di masjid.

Sunan Kudus sendiri wafat dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Jami' Kudus. Jika orang memandang menara Masjid Kudus ada yang lain, aneh, dan artistik, mereka pasti akan segera teringat pada pendidirinya, yaitu Sunan Kudus.

Contoh Nilai Positif Sikap Sunan Kudus
Nilai positif yang dapat kita ambil dari Sunan Kudus adalah:

  • Sunan Kudus merupakan ulama yang sekaligus sebagai senopati perang, beliau bersedia membela agama baik dengan lisan, pemikiran, juga fisiknya.
  • Sikap toleransi yang tinggi terhadap penganut agama lain.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Riwayat & Silsilah Sunan Kudus, Kepribadian dan Perjuangan Sunan Kudus dalam Berdakwah"

Posting Komentar