5 Contoh Perilaku Korupsi yang Terjadi di Indonesia

Korupsi memang tidak mengenal ruang dan waktu, bahkan tingkat sosial masyarakat. Hal ini bisa kita lihat dengan semakin majemuknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, baik di tingkat lokal maupun nasional, dari pejabat di tingkat kalurahan sampai presiden. Kita patut mengelus dada bila menyimak kasus korupsi di Indonesia tersebut.

Di tengah keterpurukan bangsa Indonesia di segala dimensi ini banyak oknum yang tidak bertanggung jawab tega memakai kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara melakukan korupsi. Dan sungguh menjadi ironi, kasus-kasus korupsi yang ada, baik yang sudah di tangani di persidangan atau yang diduga kuat terjadi korupsi, tidak jelas proses hukumnya. Hanya kasus-kasus gurem saja yang digembar-gemborkan aparat penegak hukum yang telah disidangkan dan diputuskan. Tampaknya penanganan korupsi harus lebih ditingkatkan lagi, terutama kasus-kasus besar yang sampai sekarang masih belum jelas penanganannya. Berikut ini adalah beberapa kasus korupsi yang terjadi dalam masa reformasi ini.


Berikut ini merupakan beberapa contoh korupsi yang terjadi di Indonesia

1. Kasus Korupsi Impor Sapi Fiktif di Bulog
Pada tahun 2001 Badan Urusan Logistik (Bulog) mengadakan rekanan untuk pengelolaan impor sapi potong dengan PT Lintas Pratama dan PT Surya Bumi Manunggal. Seiring berjalannya waktu diketahui bahwa impor sapi potong dari Australia ini hanya rekayasa saja (fiktif).

Menurut mantan Pelaksana Tugas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Hendarman Supandji (sekarang sebagai Jaksa Agung) pengadaan sapi potong fiktif ini diindikasikan kuat melibatkan Kepala Bulog Wijanarko Puspoyo. Karena kasus impor sapi potong fiktif ini negara dirugikan 11 miliar rupiah.

Lebih lanjut, untuk keperluan pemeriksaan pihak Kejaksaan Agung telah membentuk tim yang akan bertugas menginvetaris aset-aset yang telah dimiliki oleh keluarga Wijanarko Puspoyo untuk keperluan penyelidikan.

Beberapa aset telah ditemukan di kampung halaman Wijanarko Puspoyo di Solo Jawa Tengah, antara lain terdapat sejumlah bangunan dan tanah atas nama Wijanarko dan keluarganya seluas 11.762 meter persegi.

Tanah itu terletak di dua lokasi, yaitu empat dengan sertifikat tanah di Kampung Baluwarti, Kalurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon; dan dua sertifikat lainnya berada di Kampung Kalitan, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan.

Empat sertifikat di Gajahan, tiga atas nama Wijanarko Puspoyo, dan satu atas nama istrinya, Endang Ernawati. Sementara dua sertifikat lainnya di Kampung Kalitan Solo, masing-masing atas nama anaknya, Winda Nindyati, dan saudaranya, Wisasongko Puspoyo. Untuk di Gajahan, luas tanah dan bangunan 11.118 meter persegi dan di Kalitan 644 meter persegi.


2. Kasus Korupsi di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)
Dana nonbudgeter yang selama ini ada di Depertemen Kelautan dan Perikanan telah mengalami penyelewengan penggunaannya. Alih-alih untuk keperluan para nelayan, dana itu justru dikorupsi. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri menjadi tersangka dari kasus korupsi tersebut.

Kasus ini sendiri sudah disidangkan. Hal yang menarik dari kasus korupsi ini adalah selama persidangan berlangsung ditemukan fakta yang mencengangkan. Semua orang hampir tak percaya, ternyata salah satu penggunaan dana nonbudgeter di DKP ini adalah untuk kampanye para calon presiden dan wakilnya dalam pemilihan presiden tahun 2004.

Hal ini semakin menguatkan dugaan tentang praktik korupsi yang sudah mendarah daging di kalangan pejabat di Indonesia.


3. Kasus Penyelewengan Dana Perumahan Prajurit TNI

Departemen Pertahanan akhirnya melimpahkan kasus penyelewengan dana perumahan prajurit TNI sebesar Rp225,8 miliar ke Polisi Militer Angkatan Darat untuk dilakukan pendalaman. Langkah ini diambil setelah pada Senin lalu Henry Leo, pengusaha yang meminjam dana itu, tak memenuhi batas akhir yang diberikan Departemen Pertahanan untuk mengembalikan pinjamannya.

Kasus penggelapan uang itu diungkapkan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Djoko Santoso saat rapat dengan Komisi Pertahanan DPR beberapa waktu lalu. Kasus itu dilimpahkan ke Polisi Militer TNI Angkatan Darat karena ada keterlibatan personel aktif TNI, sehingga masalahnya menjadi porsi Polisi Militer. Menurut Sjafrie, pihaknya akan melaporkan tiga sampai empat orang perwira TNI aktif yang dulu ikut mengelola dana Asabri. Akan tetapi, ia enggan menyebut siapa saja perwira yang terlibat tersebut.

Untuk membatasi gerak Henry Leo, Departemen Pertahanan telah meminta Badan Pertanahan Nasional memblokade aset-aset yang dimilikinya. Sjafrie mengungkapkan lamanya proses penyelesaian kasus itu karena ada dua versi yang berbeda dari Henry Leo dan pejabat yang terlibat dalam manajemen penyimpanan dana. Ada yang mengatakan Henry telah mengembalikan dana Rp235,4 miliar dari total pinjamannya Rp410 miliar. Ada juga yang mengatakan Henry telah mengembalikan Rp185 miliar.


4. Kasus Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Theo F. Toemion enam tahun penjara. Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal itu juga diharuskan membayar denda Rp300 juta atau hukuman pengganti tiga bulan penjara.

Selain itu, hakim mewajibkan Theo membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp23 miliar. Menurut hakim, uang pengganti itu harus dibayar sebelum putusan berkekuatan tetap. Jika tidak, kata hakim, harta kekayaan Theo akan disita senilai uang pengganti itu. Hakim Moefri mengatakan terdakwa Theo dalam pelaksanaan proyek investasi dinilai tidak menerapkan prosedur tender. Tindakan itu, menurut hakim, menyalahi undang-undang. Theo diajukan ke pengadilan karena diduga terlibat kasus dugaan korupsi proyek Tahun Investasi Indonesia untuk tahun 2003 dan 2004.

Sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Theo menunjuk PT Catur Dwi Karsa Indonesia sebagai perusahaan rekanan tanpa melalui proses tender.


5. Korupsi di Desa Tapos
Tiga pegawai Kantor Desa Tapos, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, menjadi tersangka kasus penyelewengan dana bantuan langsung tunai kompensasi bahan bakar minyak triwulan ketiga. Dana itu merupakan hak 151 warga Desa Tapos.

Tiga pegawai itu adalah Sukardi, Aden, dan Hendi. “Ketiganya sudah kabur dan kini dalam kejaran kepolisian,” ujar Kepala Kepolisian Sektor Tigaraksa Ajun Komisaris Wagimin. Wagimin menjelaskan, dari sejumlah keterangan para saksi, pihak kepolisian baru menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini.

Modus yang mereka gunakan dalam menyelewengkan dana bantuan langsung tunai Desa Tapos yang dicairkan pada 20 Juni lalu dengan cara membuat kartu kompensasi palsu. Kartu palsu itu lalu dijual kepada orang lain yang dibekali kartu tanda penduduk sementara desa.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "5 Contoh Perilaku Korupsi yang Terjadi di Indonesia"

Posting Komentar